Rabu, 31 Juli 2013

DEPRESI MEMBAWAKU KE HIPNOTISME


Kesaksian Agnes Jessica ... Penulis Novel ...
Depresi Membawaku Ke Hipnotisme ...
Hati Sebagai Hamba ...

Dan terdengar kembali suara itu, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan..."

Yesaya 33 : 6 - Masa keamanan akan tiba bagimu; kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan TUHAN, itulah harta benda Sion.

Agnes Jessica, adalah penulis best seller yang sukses dengan 32 novelnya. Dan sudah 70 skenario film televisi yang lahir dari tulisannya dan ditayangkan dari berbagai stasiun televisi. Tapi di balik suksesnya, banyak orang yang tidak tahu rahasia kehidupannya.

"Saat saya menulis skenario, saya harus ketemu banyak orang. Dan mungkin karena itu juga saya tidak meneruskannya. Sedangkan kalau saya menulis novel, saya bisa sendirian. Jadi depresi saya tidak sembuh. Dan depresi saya itu seperti membuat hidup saya kosong dan hampa," Agnes menjelaskan sisi hidupnya yang depresi di tengah kesuksesan pekerjaannya.

Di awal pernikahannya, Agnes membayangkan yang manis dalam rumah tangganya. Tapi disitulah awal masalah mulai terjadi.

"Ketika kami baru pulang dari bulan madu, kami ditimpa kesulitan ekonomi. Jadi, saya baru tahu di situ bahwa ternyata kami memiliki banyak hutang sampai kami jual barang-barang kami untuk bayar hutang itu. Dan akhirnya, saya tinggal dengan mertua, dan keluar dari situ pun kami mengontrak. Lalu untuk membeli susu pun susahnya bukan main. Dan kadang-kadang jika kurang, harus pinjam sama orang tua," Agnes menjelaskan masa-masa sulit dalam pernikahannya.

Satu tahun setelah pernikahannya, suaminya di-PHK dari pekerjaannya. Dan setelah itu, suaminya mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dan akhirnya, Agnes-lah yang tampil menjadi tulang punggung keluarga.

Demi memenuhi kebutuhan ekonominya, Agnes mengajar dari pagi hingga malam setiap harinya.

"Saya katakan bahwa saya tidak sanggup. Saya bertanya kenapa mesti saya, karena selepas kerja menjadi guru, saya curi waktu untuk mengajar les. Dan anak saya masih bayi, saya sudah kerja dari pagi sampai malam. Saya bertemu dengan siklus hidup saya dahulu, karena begitulah ibu saya dahulu, pergi pagi pulang malam tidak bertemu anak," Agnes menuturkan kesibukannya sebagai tulang punggung keluarga.

Memang saat kecil, Agnes tak pernah merasakan kasih sayang dari orang-tuanya. Dan memang kedua orang-tuanya tidak bercerai, tetapi yang terjadi sebenarnya adalah ayahnya tak pernah pulang-pulang ke rumahnya. Dan ia mendapat kabar bahwa ayahnya sudah bersama wanita lain. Tanpa disadari ada sesuatu yang terpendam dalam hati Agnes akibat perilaku ayahnya yang tak kunjung datang kembali ke rumah keluarganya.

Agnes mengalami depresi selama tujuh tahun, hal ini membuat Agnes menuju titik kehancuran dengan segala impian yang sudah ia raih.

"Jadi saya merasakan penolakan. Ketika saya bertemu dengan orang, untuk berbicara normal pun saya tidak bisa. Saya sepeti orang yang maluuu... dengan keadaan saya sendiri. Bahkan untuk keluar beli sayur pun saya meminta tolong suami saya untuk membelikannya. Keluar buang sampah pun tak mau. Saya menutup diri, akhirnya saya di rumah saja kerjaannya. Jadi depresi saya tidak sembuh. Kadang-kadang depresi saya membuat saya merasa kosong dan hampa. Jadi kadang saya merasakan keinginan bunuh diri," Agnes menceritakan masa depresinya yang bisa dikatakan sudah terlampau parah.

Saat depresi, Agnes memutuskan berhenti menjadi guru dan membuka les privat di rumahnya. Dan saat itulah, Agnes menemukan sesuatu yang baru dalam hidupnya.

Agnes berpikir, "Lalu, saya mulai berpikir untuk menulis novel semenjak itu. Saya pikir jika saya bisa mendapat uang dari menulis novel, alangkah bagusnya."

Novel Agnes yang pertama langsung diterima oleh penerbit. Dan semenjak saat itu, Agnes sering menulis novel.

"Semenjak itu saya berpikir juga bahwa hidup saya ini dari awal sampai akhir adalah suatu hidup yang unik. Tak ada orang yang bisa menemukan talenta menulis di saat dia itu depresi," Agnes menceritakan bahwa ia sadar ia menemukan talenta baru yang juga adalah karunia dari Tuhan.

Nama Agnes Jessica sebagai penulis novel dan penulis skenario film semakin dikenal. Tapi disitulah depresi-nya semakin parah.

"Di situ saya mulai berfokus pada kesembuhan. Saya berpikir saya harus sembuh, bagaimanapun caranya. Karena saya tahu penyakit ini mulai menghalangi saya untuk maju," ujar Agnes.

Akhirnya Agnes mengikuti perkumpulan hipnoterapi di Jakarta untuk mencari kesembuhan. Lalu Agnes meminta dihipnotis kesembuhan, disitu terbuka roh-roh yang mengganggu Agnes. Ia merasakan bagaimana ia mendengar suara yang ramai sekali di telinganya, seperti sekerumunan orang yang bertanya kepadanya. Dan ternyata tidak hanya ia saja yang merasakan, tetapi juga orang-orang lain dalam perkumpulan tersebut.

Saat Agnes menjadi penulis paling produktif pada waktu itu, pada waktu itu pula tiba-tiba Agnes tidak dapat berkarya lagi.

"Saya mulai suka membaca buku psikologis, saya mulai percaya adanya reinkarnasi. Dikatakan bahwa jika kita mengalami suatu penyakit, itu karena kesalahan kita di masa lalu. Seperti karma. Dan saya mulai percaya itu. Lalu saya percaya lagi dengan novel-novel yang menghujat Tuhan Yesus. Jadi saya bukannya semakin teguh malah semakin murtad. Saya mulai tak percaya Alkitab dan Tuhan Yesus," Agnes menceritakan di balik perjalanannya mencari kesembuhan justru ia semakin jauh dan murtad dari Tuhan.

Sejak Agnes mengikuti perkumpulan tersebut, Agnes semakin sering diserang oleh suara-suara yang aneh. Setiap malam, setiap ia tidur. Ia hanya bisa tidur setengah sadar saja. Hingga akhirnya ia mendengar sebuah suara...

"Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan..."

"Mendengar itu saya berpikir mungkin saya terlalu banyak membaca Alkitab. Saya hanya berpikir, mungkin itu hanya pikiran saya sendiri," Agnes mencoba menyimpulkan sendiri dari apa yang telah ia dengar.

Lalu beberapa jam kemudian, Agnes membaca buku yang isinya ada berkata, "Ketika kita menyerahkan hidup kita secara total kepada Tuhan, maka itu akan menjadi persembahan yang kudus untuk Tuhan dan Tuhan akan berkenan kepada kita."

Lalu Agnes berkata sendiri, "Ya Tuhan, saya mau menyerahkan hidup saya buat Tuhan."

Dan terdengar kembali suara itu, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan..."

"Dan ketika itu terjadi, saya percaya bahwa Tuhan itu benar-benar sudah memulihkan saya! Jadi sebenarnya ini adalah proses pemulihan, satu demi satu dibereskan oleh Tuhan," Agnes menceritakan bagaimana imannya bertumbuh pada malam itu.

Akhirnya Agnes bersama suaminya mencari seorang hamba Tuhan dan didoakan sehingga lepas dari kuasa kegelapan dan sembuh dari depresinya.

"Saya meminta ampun atas semua dosa saya ketika saya meninggalkan Tuhan Yesus, dan ketika saya sudah kembali kepada Tuhan Yesus itu luar biasa. Ketika saya murtad pun Tuhan tidak meninggalkan, Ia tetap memberkati saya. Dari saya waktu dahulu memberi les, ternyata saya bisa mendapat penghasilan empat kali lipat dari sebelumnya. Itu luar biasa. Dalam beberapa tahun kedepan, ekonomi saya dipulihkan. Dari saya menjadi penulis, saya bisa membeli rumah sendiri, beli mobil, bisa punya tabungan..." Agnes mengingat-ingat bagaimana Tuhan tetap memberkati dia meskipun ia sempat jauh dari Tuhan.

Bagi Agnes, semua badai kehidupan yang pernah dilaluinya itu merupakan cara Tuhan untuk mendekatkan diri Agnes kepada Tuhan hingga hidupnya dipulihkan.

"Saya belajar untuk menjadi seorang hamba, saya mengosongkan diri, saya bukan apa-apa, saya hanya mengerjakan pekerjaan dari Tuhan. Dan ketika itu saya lakukan, rupanya itu kunci rahasianya! Jadi saya hanya melakukan apa yang Tuhan mau, saya hanya hamba... Dan ternyata setelah itu saya, malah, lancar kembali untuk menulis. Dan ide-ide datang luar biasa. Setelah saya berjalan bersama Tuhan, semua yang saya lakukan, benar-benar damai sejahtera. Jadi ketika saya berhasil, ya, itu karena Tuhan membantu saya. Dan ketika saya tidak berhasil, ya sudah, berarti Tuhan tidak ingin ini terjadi. Dan apa yang Tuhan mau pasti lebih baik untuk saya," kisah Agnes.

(Kisah ini ditayangkan 25 Januari 2011 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Agnes Jessica
http://www.jawaban.com/
http://www.youtube.com/watch?v=1xJv-zMk3W0

Selasa, 23 Juli 2013

PISTOL TIDAK MELEDAK


Ini adalah yang ketiga kalinya di dalam karier saya sebagai penegak hukum. Saya memarkir mobil di suatu tempat yang terpencil, mematikan mesin dan radio panggil. Seperti biasa, saya melanjutkan meratapi nasib seorang manusia yang paling kacau di dunia ini, yaitu diri saya sendiri.

Ayah adalah seorang pendeta. Jadi sepanjang hidup, saya selalu mendengar tentang Tuhan dari orang tua saya. Saya teringat peristiwa yang selalu menghantui saya, dengan hati yang kesal, saya berjalan keluar dari gedung gereja tempat ayah melayani, sambil memaki-maki Tuhan, dan meludahi gereja. Saya bersumpah bahwa seumur hidup, saya tidak akan menjejakkan kaki lagi di gereja mana pun.

Saya berkata, "Kalaupun Tuhan itu ada, saya tidak mau berurusan dengan-Nya." Bagi saya, Dia hanyalah Tuhan dari segala kemiskinan, kekalahan, dan keputusasaan, dan sesungguhnya Dia tidak pernah memedulikan saya. Yang Dia lakukan di dalam keluarga kami hanyalah membuat ibu tetap sakit, dan membiarkan kami bangkrut karena harus terus membayar tagihan dokter dan biaya rumah sakit.

Saat masih kecil, saya pernah diberi tahu suatu alasan mengapa kakek begitu cepat dipanggil ke Surga, adalah karena Tuhan sangat membutuhkan kakek di sana. Bukankah ini Tuhan yang mementingkan diri-Nya sendiri? Pikir saya. Apakah Dia tidak berpikir bahwa masih ada anak-anak dan cucu-cucunya yang sangat menyayangi kakek di bumi? Hati saya semakin benci kepada Tuhan.

Sejak kecil, saya selalu memimpikan bahwa suatu saat kelak saya akan menjadi seorang penegak hukum. Akhirnya, mimpi itu terwujud. Namun, kebencian saya pada Tuhan terus mengikuti saya, menyatu pada seragam, lencana, dan pistol saya. Kebencian itu memengaruhi dan memuncak hingga ke sekitar saya, pada orang-orang, terutama saya lampiaskan untuk menindak pelaku kriminal.

Keseharian saya sebenarnya penuh dengan ketakutan, meskipun saya tidak pernah membicarakannya dengan orang lain. Walaupun saya membenci Tuhan, namun ada suara-suara dalam hati saya yang mengatakan bahwa yang saya lakukan adalah salah. Dan, perbuatan saya ini bisa menyeret saya ke neraka, bukan hanya saya sendiri, namun juga menyeret seluruh keluarga saya.

Setiap ada panggilan radio untuk sebuah tugas, saya tahu, ini mungkin adalah hal terakhir yang saya lakukan. Karena hidup saya bisa berakhir di tangan seorang maniak dengan senapannya, ataupun seorang anak kecil yang ketakutan dengan pistol di tangannya. Dan, itulah saatnya saya harus menanggung semua ini di neraka.

Walaupun begitu, saya tidak punya pilihan, saya tetap melanjutkan hidup saya yang tanpa sukacita dan harapan ini. Kebiasaan saya minum-minuman keras bertambah parah, bahkan saya mulai sering mencampurnya dengan obat-obatan terlarang. Pertengkaran besar dengan istri menjadi hal yang biasa terjadi setiap hari. Dan, saya mulai sering membicarakan tentang bunuh diri. Saya selalu mengambil garis depan dalam tugas, berharap saya bisa terbunuh dalam tugas sehingga keluarga saya bisa mendapatkan asuransi dan terbebas dari diri saya yang kacau ini.

Suara itu semakin lama semakin kuat dalam kepala saya dan berkata, "James, kau telah mengacaukan hidupmu, dan hanya ada satu jalan keluar untuk mengakhirinya. Engkau harus mati, engkau harus bunuh diri."

"Nah, sekaranglah waktunya," saya berkata dalam hati. Di tempat yang sepi ini, saya mematikan mesin mobil, mematikan radio panggil, dan mengambil pistol saya.

Saya memejamkan mata, mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan saya yang menyedihkan, kemudian menarik pelatuknya. Klik!

Saya memeriksa pistol itu, memasukkan peluru, merenung sambil memandangi pistol Magnum 357 yang telah menemani tugas-tugas saya, dan tidak pernah mengecewakan. Kemudian, saya mengokang pistol itu dan memasukkan ke dalam mulut saya.

Saya memejamkan mata, mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan saya yang menyedihkan, kemudian menarik pelatuknya. Klik! Pistol itu tidak meledak! Saya ulangi berkali-kali, klik, klik, klik ..., tetap tidak meledak!

Saya bingung, apa yang terjadi dengan pistol saya, apakah pistol itu rusak? Kemudian, saya arahkan pistol itu keluar jendela dan menembakkannya, dan pistol itu meledak! Gema dari ledakannya membuat kepala saya sakit dan ingin segera mengakhiri hidup.

Kali ini, saya mengarahkan pistol itu ke dahi saya, dan menarik pelatuknya. Kembali, pistol itu macet dan tidak dapat ditembakkan! Saya memeriksa amunisinya dan mencoba menembakkannya sekali lagi, dan pistol itu meledak di luar jendela sekali lagi dengan suara yang membahana. Saya bingung, apa yang terjadi.

Lalu, saya meninggalkan tempat sepi itu, khawatir ada orang yang mendengar suara tembakan yang berasal dari pistol saya dan melaporkannya ke kantor.

Kemudian, saya kembali ke kantor dan membawa pistol itu ke bagian amunisi dan persenjataan untuk diperiksa, namun setelah mereka periksa, pistol saya dinyatakan dalam kondisi yang terawat baik dan tidak rusak.

Karena kejadian itu, saya berpikir keadaan seterusnya akan menjadi baik-baik saja. Saya berpikir itu merupakan sebuah kebetulan yang baik, mungkin selanjutnya banyak keberuntungan yang baik akan terjadi. Akan tetapi, ternyata saya salah.

Ketergantungan saya pada alkohol semakin berat, setidaknya saya menghabiskan satu botol whisky setiap harinya. Dan, tiga jam tanpa minum alkohol merupakan hal yang mustahil bagi saya.

Suara-suara di kepala saya menjadi semakin keras, "James, kamu harus mati!" Suatu hari, saya menjawab suara itu, "Akan tetapi, saya mencintai istri dan anak-anak, saya tidak mau mereka hidup dengan kenyataan bahwa ayahnya bunuh diri." Suara itu menjawab, "Itu mudah, bawa mereka bersamamu." Suara itu bahkan mengajarkan bagaimana membunuh mereka dan setelah itu, membunuh diri saya sendiri. Akan tetapi, rencana itu selalu gagal karena anak-anak dan istri saya terlalu takut untuk melihat saya. Mereka semua pergi bersembunyi saat saya tiba di rumah.

Suara itu mengatakan agar saya melupakan saja keluarga, dan lebih baik membunuh diri sendiri karena saya harus mati. Suatu sore, saya kembali lagi ke tempat di mana saya pertama kali melakukan percobaan bunuh diri. Sekali lagi, saya mengarahkan pistol Magnum 357 saya dan menarik pelatuknya. Dan, klik! Pistol itu tidak meledak.

Bagaimana mungkin dua kali berturut-turut saya mencoba bunuh diri, tapi tidak berhasil? Ini bukan lagi sebuah kebetulan. Saya pikir Tuhan pasti begitu membenci saya, sehingga bahkan di neraka pun Dia tidak mau menerima saya. Dia ingin terus menyiksa saya dan tidak mau saya mengakhiri siksaan hidup ini.

Saat itu, saya tidak tahu bahwa sebenarnya orang tua saya terus berdoa bagi saya setiap hari. Tuhan mendengar doa orang tua saya, dan saya tidak tahu bahwa Dia punya rencana yang indah atas hidup saya.

Percobaan bunuh diri yang gagal dua kali itu terjawab. Ketika istri saya menerima Tuhan Yesus, ia seperti dilahirkan kembali. Saya bisa melihatnya, saya bisa merasakannya, dia kini selalu tersenyum saat melihat saya. Sebelumnya, dia tidak pernah tersenyum pada saya. Padahal, saat itu kami sedang dalam proses perceraian, namun dia membatalkannya. Saat saya ingin memulai perkelahian dengan mengucapkan kata-kata kasar padanya, dia memandang saya dengan kasih, dan berkata, "James aku mencintaimu." Dengan tenang, ia berlalu meninggalkan saya dalam kebingungan dan saya hanya bisa terdiam.

Saya terkejut akan perubahan istri saya. Dan, itu mendatangkan pengaruh besar dalam perubahan hidup saya. Istri saya seperti menemukan sukacita, hidup, dan jalan keluar dari semua masalahnya. Meski saya selalu menjadi sumber penderitaannya, hal itu sepertinya tidak berpengaruh lagi padanya karena sukacita dan damai yang ada di dalam hatinya mengalahkan semua itu. Saya ingin mengetahui apa penyebabnya. Akan tetapi, saya tidak berani menanyakannya.

Saya memunyai teman-teman sesama polisi yang dengan mereka saya bergaul. Anehnya, akhir-akhir ini mereka tidak mau lagi minum-minum bersama saya dan tidak mau lagi mendengarkan humor-humor jorok saya. Saya ditinggalkan sendirian. Tidak lama kemudian, saya mengetahui bahwa ternyata mereka telah memiliki pergaulan baru, yang bernama FGBMFI. Mereka justru mengundang saya untuk makan malam bersama. Saya menerimanya dan mengikuti acara makan malam yang diadakan di sebuah restoran. Akan tetapi, saat mengikuti acara itu, saya merasa dijebak dan saya sangat marah karenanya. Saya memaki-maki teman saya dan juga istri saya yang ikut dalam acara itu. Akhirnya, setelah marah-marah, saya bisa tenang sebentar. Saya berkata dalam hati, "Oke, kali ini saya ikuti permainan konyol kalian, saya ingin lihat sampai di mana permainan ini berakhir."

Pembicara malam itu adalah seorang pebisnis yang bersaksi bagaimana ajaibnya Tuhan bekerja di dalam kehidupannya. Satu ucapannya yang tidak pernah bisa saya lupa adalah: "Sekalipun tidak ada neraka untuk ditakuti atau tidak ada surga untuk dikejar, saya akan tetap menjadi seorang Kristen karena menjadi Kristen sangatlah menyenangkan."

Saya tidak bisa tidur karena memikirkan kata-kata itu. Saya dibesarkan di lingkungan gereja, dan sepanjang pengetahuan saya, orang-orang datang ke gereja dengan penuh permasalahan dan minta didoakan. Namun, yang Pendeta katakan hanyalah bersabar dan bertahanlah. Hal itu membuat saya berpikir bahwa menjadi orang Kristen adalah sama dengan melekatkan diri pada penderitaan, dan harus terus bersabar serta bertahan dengan penderitaan itu. Akan tetapi, saat ini saya tidak melihat penderitaan itu ada di wajah istri dan teman-teman saya. Yang saya lihat, mereka sangat "senang" menjadi Kristen. Mereka tidak terlihat sedang "bertahan dan bersabar sampai nanti".

Sekarang, saya kembali lagi ke tempat di mana saya sudah berulang kali mencoba bunuh diri. Saya mematikan mesin, mematikan radio panggil, mengeluarkan pistol, memandangnya cukup lama, dan memasukkan kembali pistol itu ke dalam sarungnya. Hari itu adalah minggu pertama di bulan Juni tahun 1970, pukul 9.45 pagi.

Di situ, saya menangis sejadi-jadinya dan berseru, "Tuhan, aku lelah hidup dalam neraka ini. Aku minta ampun atas dosa-dosaku. Aku siap memulai lembar baru dalam kehidupanku, dan berjanji semua hal salah yang telah aku lakukan akan aku ubah menjadi hal-hal baik sepanjang sisa hidupku ini. Tuhan Yesus..., maukah Engkau datang dalam hidupku?" Saat itu, tiba-tiba ada sebuah perasaan hangat luar biasa memenuhi seluruh tubuh saya. Saya terus menangis saat merasakan sebuah sukacita yang telah lama saya nantikan, kini muncul dalam hati saya. Sebuah damai yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya memenuhi dan menghangatkan hati saya. Saat itu juga, saya dilahirkan baru.

Setelah hari itu, semuanya berubah. Perkawinan kami dipulihkan, keinginan untuk merokok dan alkohol mendadak hilang. Bahkan, saya mendoakan penjahat yang saya tangkap dan banyak dari mereka yang bertobat. Saya bahkan pernah mendoakan seseorang yang terperangkap dalam mobilnya akibat kecelakaan. Menurut tim penyelamat, satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan memotong bagian tubuhnya yang terjepit dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian, saya berdoa dengan orang itu. Selesai berdoa, saya meminta tim penyelamat mencoba mengeluarkannya lagi tanpa memotong tubuhnya, dan mereka berhasil. Korban kecelakaan itu berhasil diselamatkan tanpa perlu ada bagian tubuhnya yang dipotong.

Di kemudian hari, Tuhan memanggil saya untuk melayani-Nya sepenuh waktu, dan Dia benar-benar menyediakan apa pun yang kami perlukan dalam kehidupan rumah tangga kami. Sebelumnya, saya sempat bertugas menjadi pengawal pribadi Gubernur Jimmy Carter. Dalam tugas itu, saya berkesempatan berbagi dengan Gubernur tentang kesaksian hidup saya, bagaimana Tuhan mengubahkan dan menolong saya secara luar biasa. Saya percaya kisah saya itu banyak memengaruhi beliau dan keputusan-keputusannya mengantarnya ke kursi Presiden. Begitulah kesaksian hidup saya, bagaimana Tuhan yang saya dengar dari sebuah pertemuan FGBMFI menyelamatkan saya dan rumah tangga saya. Sekarang, saya selalu berkata, "Sekalipun tidak ada neraka untuk ditakuti atau surga untuk dikejar, saya akan tetap menjadi orang Kristen karena menjadi orang Kristen itu menyenangkan dan penuh sukacita di dalam Yesus Kristus.

(Diambil dan disunting dari:/Judul majalah: SUARA edisi 79 -- FGBMFI, 2005/Penerjemah: Lucky Mamusung/Penerbit: Communication Department - Full Gospel Business Men`s Fellowship Internasional - Indonesia, Jakarta/Halaman: 20-23/i-kan-kisah) ~repost indriatmo~

* * * * *
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. (Yohanes 14:27)

Senin, 01 Juli 2013

NATHAN DIPANGKU YESUS


Pada usia empat tahun anak laki-laki sulung saya, Nathan, tidak dapat berbicara. Ada sekitar enam dokter spesialis THT yang menyatakan bahwa dia mengalami telat berbicara. Lalu saya bawa dia berobat ke Jakarta . Setelah dua minggu menjalani pemeriksaan, anak saya dinyatakan cacat permanen dan tidak ada obat atau terapi untuk membuatnya dapat berbicara. Karena tidak puas dengan semuanya, maka saya bawa dia berobat ke Australia , dan di sana juga dokter menyatakan bahwa anak saya cacat permanen karena terkena virus anjing.

Tetapi saya ingat bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang hidup. Saya cuma kembalikan sepenuhnya anak saya kepada Tuhan dan berharap untuk mendapatkan suatu mukjizat. Sejak saat itu saya selalu berusaha ikut berbagai KKR agar anak saya bisa mengalami kesembuhan ilahi. Dimana ada KKR, di sana pasti ada anak saya, Nathan. Tetapi mukjizat belum juga terjadi. Rupanya Tuhan mempunyai rencana yang lain bagi anak saya.

Pada suatu hari Tuhan menjawab pergumulan saya. Dia berkata, "Kalau rohanimu bertumbuh 5% saja, maka anakmu juga akan sembuh 5%, demikianlah seterusnya."

Ketika Tuhan berbicara tentang pertumbuhan rohani, saya bingung karena pada waktu itu saya sudah melayani Tuhan. Tetapi ternyata di hadapan Tuhan saya ini nol karena hati dan perbuatan saya tidak sesuai dengan firman Tuhan.

Setelah saya mengerti, saya mulai melangkah dan memperbaiki hidup saya. Yang dulunya saya suka menonton blue film, menipu, berbuat jahat kepada orang lain dan banyak lagi segi kehidupan saya yang kotor, semuanya itu saya buang.

Mukjizat terjadi pada saat anak saya berusia tujuh tahun. Dia mulai bisa berbicara. Saat dia memanggil saya, "Papa!", itu bukan kebahagiaan yang biasa saja, tetapi amat sangat luar biasa karena saya melihat dengan sungguh-sungguh bahwa itu adalah mukjizat dari Tuhan. Menurut perhitungan dan pengetahuan dokter anak saya tidak akan dapat dan tidak akan pernah dapat berbicara. Tetapi bukan demikian kata Tuhan. Karena Tuhan semakin menunjukkan kuasa-Nya saya semakin memperbaiki hidup saya dengan sungguh-sungguh. Dan puji Tuhan, karena karakter saya menjadi semakin baik dan semakin baik, maka anak saya menjadi semakin sembuh.

Pada saat dia lulus dari Sekolah Luar Biasa (SLB), saya kemudian menyekolahkan Nathan di sekolah normal. Dia mengalami kesulitan karena pelajaran di sekolah normal jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di SLB. Setiap kali menghadapi ulangan harian, dia kedodoran. Bisa mendapatkan nilai 3 saja kami sudah sangat bangga. Tetapi pada suatu ketika saat dia mau menghadapi ulangan umum dia menanyakan apa yang harus dia lakukan dan saya bilang, "Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Sekarang tugasmu adalah belajar sebisamu." Pada pagi harinya saat saya antar ke sekolah dia meminta saya menumpangkan tangan, berdoa baginya dan saya juga meminta dia untuk berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal-soal.

Pada saat dia menghadapi ulangan umum, saya berpuasa untuknya. Ketika pulang sekolah dia menceritakan bahwa sesungguhnya dia tidak mampu mengerjakan soal-soal ulangan, tetapi malaikat Tuhan menolong dia. Tangannya terus menulis jawaban dan dia tidak bisa menghentikannya. Dia rasakan bahwa Tuhan telah menjamah tangannya. Ternyata benar apa yang dia katakan. Dia mendapatkan ranking 2 di kelasnya. Sontak sekolahnya sempat gempar. Bahkan Kepala Sekolah mencurigai bahwa Wali Kelasnya menjual jawaban soal kepada anak saya, karena mereka semua tahu bahwa anak saya tidak cerdas.

Karena kuasa Tuhanlah, anak saya dari yang tidak mampu dijadikannya menjadi mampu. Anak saya semakin tumbuh dalam hal rohani karena dia juga melihat mukjizat demi mukjizat terjadi dalam hidupnya. Bahkan Tuhan angkat dia masuk ke Universitas melalui jalur prestasi dan mendapatkan beasiswa.

Pada suatu hari setelah dia menyelesaikan ujian SMA-nya, isteri saya yang menjemput dia pulang sekolah. Dalam perjalanan, dia berkata, "I love you, mom!" Saya mengasihi mama dan saya sangat mencintai mama.

Sesampai di rumah dia merapikan dirinya, kemudian makan dan sempat bergurau dengan mamanya. Sekitar jam 13.30 dia pamit untuk tidur. Dan pada jam 14.00 siang itu anak saya dipanggil Tuhan pulang ke rumah Bapa di Sorga. Hal itu baru diketahui isteri saya sekitar jam 16.30 sore. Isteri saya menemukan Nathan sudah meninggal ketika dia bermaksud membangunkannya. Dia meninggal dengan keadaan yang sangat tenang. Dapat dilihat dari tempat tidur yang masih tertata sangat rapi.

Aku sangat terguncang, bahkan tidak tahu kemana harus kubawa hidupku ini. Isteriku dan anakku yang bungsu histeris. Mereka membentur-benturkan kepala mereka ke tembok, sehingga kurangkul paksa mereka supaya mereka tenang dan kami mulai berdoa.

Aku berkata, "Tuhan Yesus, Engkau sungguh baik, karena di saat badai seperti ini Engkau memiliki maksud dan rencana yang indah bagi kami dan kami percaya Engkau tidak akan meninggalkan anak-anak-Mu pada waktu menderita."

Saat itu aku merasa ada yang aneh. Secara jujur aku tidak kuat menghadapi semua itu, tetapi di hatiku tidak ada sedikitpun perasaan yang menyalahkan Tuhan. Yang ada hanya rasa syukur. Kami bersyukur karena kasih Tuhan yang luar biasa itu melingkupi kami.

Saat Nathan dimasukkan ke dalam es untuk diawetkan, pada pagi hari jam 8 ada SMS masuk dari Amerika yang menyampaikan bahwa: "AKU sangat mengasihi anakmu." Bukan itu saja, Dia kirimkan dua orang hamba Tuhan yang tidak kukenal dan juga mereka menyampaikan pesan yang sama: "Aku telah mengirimkan para malaikat-Ku untuk menjemput anakmu. Sekarang anakmu menjadi bagian dari para penyembah-Ku dan bersukacita bersama-Ku."

Aku pegang semua itu, meskipun aku tidak tahu apa maksudnya. Aku mulai berpuasa selama 40 hari dan Tuhan menjawab melalui firman-Nya yang terdapat di dalam Wahyu 14:2-5 yang berbunyi: "Dan aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya. Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan.

Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." Ayat-ayat itu membuatku menangis pada malam itu. Dan ayat-ayat itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku selama seminggu.

Lalu pada tanggal 21 Juni 2006 pukul 4 pagi ada dorongan roh yang kuat agar aku berdoa. Dan aku taat. Dalam keadaan sadar 100% kurasakan rohku keluar dari tubuhku dan Tuhan menaruh aku di suatu tempat dimana kulihat Tuhan Yesus duduk memangku seseorang dalam kemuliaan-Nya.

Meskipun aku tidak dapat melihat dengan jelas, tetapi kurasakan damai sejahtera dan sukacita yang luar biasa. Dan sinar kemuliaan Tuhan yang putih bening seperti kristal itu memancar penuh kemilau. Oh, betapa indahnya dan tak dapat kugambarkan dengan kata-kata!

Dalam sinar kemuliaan itu Dia berkata, "Waktu-Ku tidak lama." Setelah itu kulihat Nathan turun dari pangkuan-Nya dan berjalan tiga langkah ke arahku. Nathan memelukku dan aku memeluknya dengan erat dan menciuminya.

Aku mengajukan tiga pertanyaan kepadanya. Pertama, apakah kamu mau hidup lagi di dunia, Nathan? Ia menggelengkan kepalanya. Kedua, apakah kamu sudah menjadi bagian dari tim pujian dan penyembahannya Tuhan seperti tertulis dalam Wahyu 14:2-5? Dia menganggukkan kepalanya. Ketiga, apakah kamu sudah bersukacita di sini? Dia kembali menganggukkan kepalanya.

Setelah itu aku berkata, "Selamat jalan, Nathan! Kita akan bertemu lagi kelak!" Kulihat Nathan berjalan mundur dengan melambaikan tangannya kepadaku dan menghilang.

Ketika rohku kembali, tubuhku terasa bergoncang. Bahkan sempat aku serasa mau rebah. Dunia ini sangat mengerikan. Bumi gelap gulita, bahkan untuk melihat tanganku pun tidak bisa.

Setelah itu aku baru bisa menangis. Padahal waktu bertemu dengan anakku, tidak ada rasa haru, tidak ada dukacita, tetapi yang ada hanyalah damai sejahtera dan sukacita yang luar biasa. Dan jika waktu itu Tuhan menawariku untuk tinggal dan tidak kembali lagi ke dunia, aku pasti mau, karena bersama dengan Tuhan itu jauh lebih enak.

Setelah kejadian demi kejadian kualami, sekarang hubunganku dengan Tuhan bertambah intim dan mesra. Suatu hubungan yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata.

Sumber kesaksian: Handoko W & Christiani Hartono SH seperti yang dimuat dalam Tabloid Keluarga Edisi 20