Namaku Novita dan aku adalah ibu dari putra kembar yang kini berusia 9 tahun. Aku mengikuti retret awal di tahun 2006 dan retret penyembuhan batin kemarin ini, April 2009. Yang ingin aku bagikan disini adalah bagaimana Yesus berbicara padaku, menyelesaikan perkaraku satu persatu dan menjawab doa-doaku dengan caraNYA sendiri. Aku menikah di tahun 1999 dan ketika aku hamil 7 bulan, suamiku meninggalkan Kristus untuk menikahi kekasihnya. Aku mengetahui hal tersebut ketika anak-anak baru dilahirkan dan berusia satu bulan. Setelah melalui satu proses yang tidak mudah, suamiku menceraikan istri keduanya dan kembali kepada kami. Namun masalah tidak berhenti di situ. Sejak saat itu aku kerap menerima tindak kekerasan baik fisik maupun mental dari suami aku, mulai dari dicemooh, dilempar sisir, diludahi sampai dipukuli. Dia pun tak berhenti berpindah dari satu perempuan ke perempuan lain dan ada beberapa dari mereka yang dibawa ke rumah. Semuanya aku simpan sendiri. Baik orang tua maupun teman tidak ada yang tahu. Kalau aku ke kantor dengan wajah lebam dan ada teman yang bertanya, aku katakan bahwa aku secara tidak sengaja kejeduk kepalanya anak-anak, dan banyak alasan yang lain.
Satu malam, ketika aku menemukan kartu penuh ucapan cinta untuk suami aku dari salah satu wanitanya, sambil menangis aku berkata pada diri sendiri, “Aku merasa sangat sendirian.” Di saat itu, terdengar dengan jelas suara yang lembut yang dengan penuh iman aku yakini, itu adalah Yesus yang berbicara padaku. Dia mengatakan, “Kamu tidak sendiri, ada Aku bersamamu.” Begitu aku sadar, aku menangis sejadi-jadinya. Betapa bodohnya aku yang berpikir bahwa aku seorang diri.
Di malam yang lain di saat aku sudah tidak tahan akan beban yang begitu berat, aku memutuskan untuk bunuh diri. Aku pikir dengan bunuh diri, masalah aku selesai. Sambil menimbang-nimbang apakah aku mau gantung diri, potong urat nadi atau minum obat nyamuk, aku pikir aku berdoa dulu saja, mau minta supaya Tuhan cepat-cepat ambil nyawaku. Akupun berdoa dan bilang “Tuhan, aku titip anak-anak. Tolong supaya Engkau cepat-cepat mengambil nyawaku, aku sudah tidak kuat.” Untuk kedua kalinya, Yesus menyapaku yang aku dengar dengan jelas, kataNYA, “Hidupmu adalah anugrah terbesar dariKU, mengapa ingin kau sia-siakan.” Mendengar itu, aku sadar dan menangis meminta ampun dari Tuhan.
Aku ikut retret awal karena aku kuatir bahwa aku menjadi agak tidak waras. Sebelum aku ikut retret, aku tidak mengerti mengapa di tengah penderitaan hidup, ketika aku berdoa aku bisa berkata, “Terima kasih Tuhan karena aku boleh ikut merasakan sedikit dari penderitaanMU waktu Engkau memikul salib.” Waktu itu aku berpikir aku mulai gila dengan berdoa seperti itu. Kini aku mengerti bahwa salib bisa membawa sukacita dan Roh Kudus membimbing kita ketika kita menyerahkan diri pada Tuhan saat kita berdoa. Di retret awal, aku mendapat banyak sekali pengalaman iman yang begitu indah. Setiap aku menutup mata, aku bisa membayangkan Yesus dengan jubah putihnya yang berkilau membuka tanganNYA untukku. Ada saat di mana aku melihat Yesus yang mengulurkan tanganNYA ke aku. Dan satu pesan yang aku dapat dan ingat waktu aku konseling adalah: jangan sombong dihadapan Tuhan. Keselamatan menurut Tuhan tidak sama dengan keselamatan menurut ibu.
Pulang dari retret awal, masalah memang tidak selesai bahkan aku dibawa pada titik kepasrahan yang terendah dalam hidupku. Anak-anakku dibawa pergi dan disembunyikan oleh suamiku selama hampir 4 bulan. Mereka hilang bagai ditelan bumi. Keluarga suami tidak ada yang mau membantu. Aku berdoa, mohon supaya Tuhan segera mengembalikan anak-anak. Setiap malam aku mohon itu dari Tuhan tapi entah mengapa rasanya doaku seolah tidak terangkat. Aku pun marah sama Tuhan dan berhenti berdoa selama dua hari. Kemudian satu hari, aku terbangun pukul tiga pagi. Aku keluar kamar, duduk di ruang tamu dan berdoa. Aku cuma bisa berkata, “Tuhan, kalau boleh, ijinkan aku mengasuh dan membesarkan kedua buah hatiku, tapi Tuhan, kehendakMUlah yang terjadi.” Tiga hari aku ucapkan doa itu, kemudian aku dipertemukan dengan anak-anak.
Saat ini setelah suamiku melakukan tindak kekerasan yang menyebabkan salah satu tulang rusuk bagian depanku bergeser dan pada akhirnya ia memilih untuk hidup dengan salah satu wanitanya yang lain, aku pun berkonsultasi dengan pastor di Keuskupan Agung Jakarta dan kami berpisah. Aku membesarkan anak-anak sendiri. Dalam doa aku sering meminta kepada Yesus supaya DIA memampukan aku untuk membesarkan kedua buah hatiku dengan sabar, bijaksana dan penuh kasih. DIA menjawab doaku dengan mengundangku ke retret penyembuhan batin. DIA mengundangku karena DIA mau menyembuhkan luka-luka batinku supaya aku tidak menorehkan luka pada anak-anakku. Luka bisa berbuah luka dan Yesus yang begitu besar cintaNYA padaku dan anak-anakku, tidak menginginkan hal itu terjadi. DIA mau menyembuhkanku. Itulah jawabanNYA atas doaku.
Di dalam retret, aku dibawa pada kesadaran akan cinta Tuhan. Namun aku pun diingatkan kembali akan semua luka dan sakit hati yang kualami dan rasanya memang sakiiittttt sekali. Semua pengkhianatan suamiku dan tindak kekerasan yang aku terima baik fisik maupun mental diputar kembali dibenakku. Aku meminta supaya Yesus mau mengambil semua rasa sakit itu dan semua luka-lukaku. Dan DIA menjawab permohonanku. Bahkan diluar dugaan, ketika pembasuhan kaki, ada seorang figur yang wajahnya mirip dengan suamiku dan ada yang mirip dengan wanita yang kini hidup dengannya. Aku pun membasuh kaki mereka. Karena rahmat Tuhan dan kemurahan kasihNYA, aku pun bisa mengampuni suamiku dan wanita yang kini hidup dengannya. Dan itu sungguh amat melegakan.
Yesusku menyembuhkanku. Dengan kesembuhanku, aku dimampukan untuk membesarkan kedua anakku dengan penuh kasih dan tidak menorehkan luka pada mereka. DIA yang mengerti kebutuhanku dan DIA yang menjawab semua doa-doaku dengan caraNYA sendiri. Satu ayat Kitab Suci yang selalu kuingat: ‘Serahkanlah hidupmu pada Tuhan dan percayalah kepadaNYA, dan DIA akan bertindak’ (Mazmur 37:5)
Kesaksian ditulis oleh Novita Patricia
Sumber: http://www.carmelia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar