Minggu, 29 Juli 2012

MUJIZAT NYANYIAN SEORANG KAKAK


Kisah nyata ini terjadi di sebuah Rumah Sakit di Tennesse, USA. Seorang ibu muda, Karen namanya sedang mengandung bayinya yang ke dua. Sebagaimana layaknya para ibu, Karen membantu Michael anaknya pertama yang baru berusia 3 tahun bagi kehadiran adik bayinya. Michael senang sekali akan punya adik.

Kerap kali ia menempelkan telinganya diperut ibunya. Dan karena Michael suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih diperut ibunya itu. Nampaknya Michael amat sayang sama adiknya yang belum lahir itu. Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh diluar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen; bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi.

Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah kepada yang Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Lain halnya dengan kakaknya Michael, sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus!

"Mami, ... aku mau nyanyi buat adik kecil!" Ibunya kurang tanggap. "Mami, ... aku pengen nyanyi!" Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya. "Mami, ... aku kepengen nyanyi!" Ini berulang kali diminta Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael rengekan anak kecil. Lagi pula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak.

Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. Baik, setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya. Mumpung adiknya masih hidup! Ia dicegat oleh suster didepan pintu kamar ICU. Anak kecil dilarang masuk!. Karen ragu-ragu. Tapi, suster.... suster tak mau tahu; ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk! Karen menatap tajam suster itu, lalu katanya: Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi!

Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya! Suster terdiam menatap Michael dan berkata, tapi tidak boleh lebih dari lima menit!.

Demikianlah kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut. Michael menatap lekat adiknya ... lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring "... You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey ..." Ajaib! si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya.

You never know, dear, How much I love you. Please don't take my sunshine away. Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan terus, ... terus Michael! teruskan sayang! ... bisik ibunya ... The other night, dear, as I laid sleeping, I dream, I held you in my hands ... dan sang adikpun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur ... I'll always love you and make you happy, if you will only stay the same ... Sang adik kelihatan begitu tenang ... sangat tenang.

Lagi sayang! bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus bernyanyi dan ... adiknya kelihatan semakin tenang, relax dan damai ... lalu tertidur lelap.

Suster yang tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan apa yang telah terjadi atas diri adik Michael dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri.

Hari berikutnya, satu hari kemudian si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah therapy ajaib, dan Karen juga suaminya melihatnya sebagai Mujizat Kasih Ilahi yang luar biasa, sungguh amat luar biasa! tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.

Bagi sang adik, kehadiran Michael berarti soal hidup dan mati. Benar bahwa memang Kasih Ilahi yang menolongnya. Dan ingat Kasih Ilahi pun membutuhkan mulut kecil si Michael untuk mengatakan "How much I love you".

Dan ternyata Kasih Ilahi membutuhkan pula hati polos seorang anak kecil "Michael" untuk memberi kehidupan. Itulah kehendak Tuhan, tidak ada yang mustahil bagiNYA bila IA menghendaki terjadi.

CATATAN:
Kadang hal-hal yang menentukan, dalam diri orang lain ...
Datang dari seseorang yang kita anggap lemah ...
Hadir dari seseorang yang kita tidak pernah perhitungkan ...

Peace & Love

"Aku ditimpa kesesakan dan kesusahan, tetapi perintah-perintah-Mu menjadi kesukaanku." (Mazmur 119:143)

TUHAN YESUS Mengasihi, Memberkati & Menyertai Anda selalu.

Rabu, 25 Juli 2012

KESAKSIAN MARGARETA BERTEMU YESUS


Berawal pada tahun 2003, aku berangkat ke Singapura untuk memulai kerja pada majikanku. Aku mendapat libur 2 minggu sekali. Majikanku adalah orang kristen, mereka sangat baik. Mereka tidak pernah cerita tentang Kristus atau mengajakku ke gereja. Tapi kehidupan mereka membuat aku bangga dan aku merasakan kedamaian di dalam mereka.

Aku sebenarnya ingin tanya tentang kekristenan, tapi aku tidak berani hingga pada suatu malam aku berdoa. Aku hanya berdoa dalam keadaan duduk karena memang semenjak kerja di luar negeri tidak pernah sholat. Aku paling malas sholat, dalam doa aku berkata “Tuhan kuingin mencari jalan lurus dan jalan kebenaran". Saat itu juga aku merasa kedamaian itu datang. Hingga aku tiap malam berdoa dan menyebut nama Tuhan.

Pada suatu malam kira-kira jam 12 aku masih ingat belum tidur dan seperti biasa aku berdoa, tiba-tiba aku merasakan ada cahaya yang menerangiku dan ada sosok orang berjubah putih. Aku kira dia adalah seorang kyai. Dia mengulurkan tangan dan aku tidak ragu untuk ikut denganNya. Aku masih ingat di telapak tangannya ada lobang. Setelah itu aku merasakan kedamaian yang tidak bisa dibayangkan bahkan sampai sekarang aku masih ingat. Tapi aku belum tahu jawaban itu semua.

Beberapa minggu kemudian aku melihat sosok berjubah putih lagi dalam telapak tanganku. Aku merasa takut. Aku ingin tahu jawabannya. Aku memberanikan diri untuk cerita kepada majikan. Meskipun ada rasa takut jika mereka mengira aku gila. Aku tetap memberanikan diri untuk cerita.

Waktu aku cerita kepada majikan, mereka langsung berdoa, tapi aku tidak mengerti karena mereka menggunakan bahasa Inggris. Lalu aku diajak ke gereja. Aku senang sekali hingga beberapa bulan kemudian aku bilang kepada majikan kalau aku ingin dibaptis. Aku ingin tahu tentang kekristenan karena sebelumnya aku merasa tidak pernah menemukan Tuhan. Aku hidup penuh dengan dosa masa laluku. Aku merasa tidak ada harapan karena dosa-dosa yang telah kulakukan. Semua bentuk dosa seperti narkoba dan sex bebas. Aku tidak pernah beramal dan malas sholat. Yang ada dalam pikiranku adalah bahwa tempatku di neraka.

Aku sangat bersyukur karena Tuhan Yesus mengasihiku. Kini aku telah terima Dia sebagai Juru Selamat. Pada tahun 2005 aku minta dibaptis.

Ketika masih di Singapura aku menelepon keluarga. Mereka tidak terima bahkan menanyakan kepadaku sudah dibayar berapa kok sampai pindah agama. Yang paling mengejutkan adalah kakak tidak mengijinkanku untuk pulang dengan alasan membuat aib keluarga. Oleh sebab itu aku betah di Singapura sampai 5 tahun.

Sebenarnya aku tidak mau pulang. Tetapi majikan menasehatiku bahwa di dalam kristen mengajarkan berilah pipi kananmu jika pipi kirimu ditampar. Dengan berat hati aku pulang dalam keadaan was-was. Sesampai di rumah semua menjadi sangat berbeda. Tetanggaku memanggilku kafir. Tapi aku percaya Tuhan Yesus menyertaiku. Aku hanya bisa menangis di saat aku menerima semua cobaan. Aku tahu penderitaanku tidak ada apa-apanya dibanding penderitaan Tuhan Yesus.

Aku sekarang tinggal di Hongkong. Aku bersyukur Yesus sungguh luar biasa berkarya dalam hidupku. Aku berharap mungkin hidupku akan lebih baik dan makin diberkati. Di saat aku tidak setia, Tuhan langsung menegorku. Aku merasa Tuhan begitu dekat, baik dalam keadaan senang maupun susah.

Ini ayat Firman Tuhan yang sangat kusukai:

Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan (Petrus 2:2)

Semoga kesaksian ini dapat menjadi berkat bagi saudara-saudaraku semua.

(Margareta, Hongkong Mei 2011)

From: Indriatmo Atmo [mailto:Indriatmo_Atmo@mki.panasonic.co.id]

Kamis, 05 Juli 2012

Kesaksian Pada Kerusuhan Mei 1998

Para penjarah pd kerusuhan mei 98

Kesaksian ini dibagi menjadi 3 bagian:

1. 12 Mei 1998
Penginjilan kepada nenek, di saat-saat terakhir sebelum beliau meninggal dunia.
2. 13 Mei 1998
Tangan Tuhan yang menyertai pada awal kerusuhan.
3. 14 Mei 1998
Tuhan menyertai saat evakuasi korban kerusuhan.

1. 12 Mei 1998
Penginjilan kepada nenek, di saat-saat terakhir sebelum beliau meninggal dunia.
Nenek istri saya sedang dirawat di R.S. Sumber Waras, Grogol, karena menderita penyakit paru-paru. Ketika ada berita bahwa beliau koma, saya segera menuju ke sana sekitar pk.18.00. Setiba di rumah sakit, saya melihat ada kerumunan orang di UGD (Unit Gawat Darurat). Saya terus menuju ruang perawatan dan menemui beliau yang nafasnya sudah tidak teratur, tetapi masih sadar. Di ruang tersebut ada seorang suster dan temannya. Saya meminta kedua orang tersebut meninggalkan kami berdua, karena saya ingin berbicara dengan beliau. Setelah itu, saya mulai menginjili beliau dan mengabarkan kabar sukacita di dalam Kristus. Beliau adalah seorang yang sangat keras terhadap kekristenan. Namun, walaupun beliau keras terhadap kekristenan, satu hal yang membuat saya bahagia ialah bahwa beliau sangat senang terhadap saya. Beliau senang meminta pertolongan kepada saya, dan saya berusaha tidak pernah menolaknya, bahkan dengan senang hati saya berinisiatif untuk menolongnya, walaupun tanpa diminta terlebih dahulu.

Saat saya menginjili beliau, saya melihat suatu hal yang sangat menyentuh hati saya ketika seseorang hendak meninggalkan dunia yang fana ini menuju kepada suatu tempat yang tidak diketahuinya. Saya menginjili beliau dengan bahasa yang sangat sederhana, namun beliau cukup antusias untuk menerima Kristus di saat-saat terakhirnya. Ada secercah harapan dan sikap pasrah menanti ajal menjemputnya. Namun terlebih dari itu, ada juga suatu kekuatan baru untuk menanti datangnya maut, yaitu kekuatan dari sesuatu yang belum pernah secara langsung didengarnya selama hidupnya. Yang beliau ketahui adalah kekristenan adalah suatu agama yang menolak penyembahan kepada leluhur, tanpa pernah mendengar siapakah Kristus yang sesungguhnya.

Banyak orang yang membenci Kristus tanpa pernah mengetahui Siapakah Dia. Jikalau orang mengetahui siapakah Dia sesungguhnya, maka tak ada alasan yang cukup untuk membencinya. Kristus begitu baik. Tidak ada yang dapat menyamai kasih-Nya, yang sampai rela mengorbankan nyawa-Nya untuk meredakan murka Allah atas dosa. Kutukan, siksaan, aniaya ditimpakan kepada-Nya. Saya pernah beberapa kali melihat dan melayani beberapa orang yang akan meninggal. Suatu kengerian yang amat sangat, jikalau tanpa kepastian, kemana kita akan pergi dan kepada siapa kita akan kembali. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah terjawab sepanjang sejarah. Jikalau ada jawaban, itupun tidak tegas terjawab, kecuali melalui seorang yang pernah datang ke dunia, pencipta dan pemilik alam semesta yang pernah datang menghampiri ciptaan-Nya.

Setelah berdoa, saya berpamitan pulang. Sebelum keluar dari rumah sakit, saya sempat menuju UGD dan bertanya ada kejadian apa di sini. Ternyata ada beberapa mahasiswa yang tertembak dan 6 orang di antaranya meninggal. Suara jerit dan tangis dari pihak keluarga sangat menyentuh hati, karena anak mereka mati dengan cara yang mengenaskan setelah berjuang menuntut reformasi. Pikiran saya mengatakan bahwa besok bisa terjadi suatu kejadian dahsyat yang belum pernah terjadi selama ini.

2. 13 Mei 1998
Tangan Tuhan yang menyertai pada awal kerusuhan
Tanggal 13 Mei, pk. 06.30, nenek meninggal dunia. Pk.09.00 saya tiba di rumah sakit dan langsung menuju kamar jenazah, tetapi saya tidak mendapatkannya, karena beliau sudah dipindahkan ke Rumah Duka Gedong Panjang, Pluit. Saya menuju ke rumah duka lewat Grogol. Saat itu belum terjadi apa-apa di Grogol. Tak berapa lama di Rumah Duka, saya pulang. Pada pk. 14.00, saya kembali ke rumah duka bersama ayah mertua saya untuk mengurus surat-surat dan lain-lain. Ketika menunggu di sana, saya mendengar bahwa pompa bensin di Grogol sudah dibakar dan massa sedang menuju arah Pluit. Saya berpikir itu hanya isu, tetapi berita itu semakin gencar. Pegawai rumah duka menyarankan agar saya menunggu di sana sampai keadaan aman. Tapi karena teringat anak dan istri saya di rumah, akhirnya pk 16.30 saya pulang dengan melewati Jalan Gedong Panjang (Tanah Pasir) menuju Jembatan Lima (rumah mertua saya). Ketika baru berjalan, tak jauh, saya melihat kemacetan yang luar biasa, dan saya melihat ada seorang yang memberi kode agar kendaraan berputar (jangan lewat jalan itu). Saya berpikir sebentar, lalu saya segera berbalik arah dan mengambil jalan kota (Stasiun Kota). Ada dua sepeda motor yang mengikuti kode tersebut. Jalan sangat sepi sampai akhirnya saya tiba dengan selamat di rumah.

Saya mendengar bahwa massa sudah membakar mobil-mobil di Jalan Jembatan Lima. Saya teringat akan orang yang memberi kode di lampu merah tadi (di bawah jalan tol). Apa yang akan terjadi bila saya tetap melewati jalan tersebut, yaitu Jembatan Lima? Dari situ saya melihat campur tangan Tuhan kepada saya. Terima kasih Tuhan atas belas kasihan dan anugerah-Mu!

3. 14 Mei 1998
Tuhan menyertai saat evakuasi korban kerusuhan.
Esok harinya (14 Mei) adalah rencana upacara penutupan peti jenazah di rumah duka pada pk. 19.00. Ternyata kerusuhan berlanjut mulai pagi sekitar pk.10, sehingga upacara dimajukan menjadi pk. 14.00. Tidak ada satu orang pun dari keluarga kami yang dapat keluar rumah akibat kerusuhan yang kian dahsyat itu.

Saya bersama keluarga istri saya berkumpul di rumah saudara di Jl. Kemurnian. Kerusuhan terus berlanjut sampai malam hari. Pk. 18.00, saya pulang ke rumah yang berjarak +2 km untuk berkumpul dengan anak dan istri saya. Tetapi pada pk. 19 saya mendapat kabar bahwa sepupu istri saya, yang tinggal di Pinangsia Dalam, terjebak dan tidak dapat keluar dari kompleks perumahannya. Mendengar hal itu saya ingin menolong, tetapi bagaimana dengan keselamatan saya sendiri? Namun saya tidak boleh bersikap egois, saya berdoa kepada Tuhan agar diberi kekuatan untuk dapat menolong sepupu istri saya. Setelah mempersiapkan peralatan berupa lampu senter, tali dll., saya menuju Pinangsia. Saya melihat ribuan orang tengah menjarah toko-toko (terutama barang elektronik) di Glodok. Mereka bolak-balik menuju Glodok dan mengambil barang-barang di sana dengan semangat tinggi tanpa peduli keadaan sekitar. Moral dan etika sudah tidak berlaku lagi, ketika banyak orang bersama-sama berbuat jahat. Mereka bahu-membahu dan dengan riang membawa hasil jarahannya.

Sesampainya di Glodok, saya kesulitan melewati tempat tersebut, sebab di sana sangat gelap dan penuh dengan asap. Saya mencoba menerobos, tetapi napas dan mata saya tidak kuat. Akhirnya saya menutup hidung dengan saputangan dan menarik napas dalam-dalam agar saya dapat menerobos asap ersebut. Berhasil! Terima kasih Tuhan! Rintangan pertama sudah dilalui, tetapi ketika sampai di Pinangsia Dalam, saya benar-benar tidak dapat menjangkau tempat tersebut. Ternyata rumah sepupu istri saya sudah terbakar. Saya berpikir bahwa mereka ada di dalamnya. Saya terus mencari dan mencari mereka. Sampai akhirnya saya memutar dan tiba di jalan Raya Hayam Wuruk. Saya berteriak-teriak memanggil mereka, tetapi tak ada sahutan. Saya mulai berputus asa. Satu persatu gedung di jalan itu saya perhatikan. Tak lama kemudian, ada seorang turis dari Afrika mengatakan bahwa ia sempat melihat sekumpulan orang di sebuah gedung berlantai 7 yang belum jadi.Ada sedikit harapan menemukan mereka. Saya bersama beberapa orang menjebol pintu gedung yang gelap gulita tersebut dan naik ke atas. Setibanya di atas, saya melihat banyak orang berkumpul dengan wajah sangat ketakutan; Ada orang tua yang memakai kursi roda, anak-anak, bayi dan lain-lain. Saya dapat melihat api di kiri dan kanan gedung menyala-nyala. Mereka takut dibunuh oleh massa yang liar dan sangat banyak. Kami mengevakuasi mereka satu-persatu, hingga semuanya selesai. Saya mendapati 2 orang sepupu istri saya dan pembantu di antara mereka. Mereka memanjat dengan susah payah dari gedung ke gedung menuju tempat yang lebih aman dan saling bahu-membahu menggotong para orang tua. Luar biasa! Dalam keadaan yang begitu sulit, masih ada kerjasama dan ‘kerelaan’ meninggalkan ego masing-masing. Saya mendengar suara tembakan dari beberapa tentara yang mulai tiba di jalan tersebut. Dengan pengawalan seorang tentara, saya membawa mereka yang berjumlah 50 orang lebih (ada beberapa yang sudah ditampung oleh saudara mereka). Saya bingung harus membawa mereka kemana, sebab ini adalah pengalaman pertama.

Saya pikir, sebaiknya mereka di bawa ke sebuah sekolah di kawasan Petak Sembilan untuk sementara, sampai tiba esok hari. Sekolah dengan inisial R itu adalah sebuah sekolah terkenal di kawasan tersebut. Kami menemui penjaga/pengurus gedung dan memberitahu maksud kami itu untuk tinggal sementara. Tetapi jawaban yang kami terima sungguh mengecewakan, karena mereka tidak bersedia menerima kami. Sebuah sekolah berlabel agama yang terkenal sosial, sungguh menyedihkan. Dengan sedih, kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan yang tidak pasti. Setelah beberapa waktu ternyata ada sebuah rumah besar yang bersedia menampung kami. Tak lama kemudian datang seorang pastor menemui kami. Pastor itu ternyata dari sekolah yang menolak kami tadi, beliau minta maaf atas perlakuan pengurus/penjaga gedung dan menyatakan bersedia menampung. Kami berterima kasih atas kebaikannya dan mengatakan bahwa sudah ada seseorang yang sudah bersedia menampung kami.

Saya mendengar kabar dari pengurus rumah duka yang kami kenal baik, bahwa Rumah Duka Gedong Panjang telah dibakar massa. Di dalam sana ada 3 jenazah. Di antaranya adalah jenazah nenek istri saya. Satu jenazah di dalam peti dan dua jenazah masih di kamar jenazah. Ketiga jenazah tersebut dikeluarkan oleh massa. Massa mempermainkan jenazah itu, kemudian dibakar. Sampai akhirnya jenazah nenek istri saya ditinggalkan massa begitu saja. Setelah massa pergi, petugas rumah duka segera segera memindahkannya ke Rumah Duka Atmajaya.

Tiga hari tersebut merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Suatu sukacita, bagaimana saya dapat memberi kabar sukacita kepada orang yang belum percaya, bahwa kematian memang suatu hal yang mengerikan dan masih merupakan tanda tanya bagi yang masih hidup, tetapi Kristus yang telah turun ke dalam kerajaan maut telah memberikan jaminan keselamatan bagi siapa yang percaya kepada-Nya. Suatu sukacita juga karena saya diberikan pengalaman berharga, ketika saya diloloskan Tuhan dari maut dengan adanya ‘orang’ yang memberikan petunjuk untuk memutar arah. Saya percaya bahwa Tuhan turut campur dalam kehidupan kita pada saat-saat kritis dalam kehidupan. Kristus telah memberikan teladan tertinggi, ketika Dia hendak ditangkap di Taman Getsemani, dimana Yesus meminta tentara yang hendak menangkap-Nya untuk membebaskan murid-murid-Nya. Hari ketiga, adalah suatu hari yang sangat menentukan dalam hidup saya; apakah saya harus menjadi seorang yang egois, walaupun sudah ditebus dan menerima pengajaran-pengajaran dari Tuhan Yesus Kristus? Setiap ajaran dan perintah-Nya haruslah diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, barulah ajaran-ajaran-Nya menjadi nyata dalam kehidupan kita. Tiada kemuliaan, tanpa penderitaan, tiada mahkota tanpa Salib. Tiada kebangkitan, tanpa kematian Kristus.
Demikian kesaksian ini. Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa saudara-saudara yang lebih menderita akibat amuk massa pada Mei ‘98.

SOLI DEO GLORIA

Amin Khouw

Sumber : pemudakristen.com