Minggu, 09 Oktober 2011

MUJIZAT 1053 - Bom GBIS Solo


Sudah terjadi ledakan bom di GBIS Kepunton Solo , dan sudah banyak pula informasi yang kita baca , lihat ataupun dengar melalui media massa yang meliput kejadian tersebut . Berikut ini adalah tulisan Bapak Pendeta GBIS Kepunton yang bercerita mengenai kejadian tersebut , cerita ini saya copas (copy-paste) dari akun Fb Beliau.

MUJIZAT 1053 by Jonatan Jap Setiawan (www.facebook.com profile.php?id="1610805665") on Tuesday, October 4, 2011 at 5:04am

PUKUL 10:53


Minggu 25 September 2011 jam 10:45. Ibadah baru saja usai. Doa berkat telah selesai disampaikan. Jemaat sedang berjalan keluar dari dalam gedung Gereja. Pemuji dan pemusik sedang menaikkan puji-pujian.

Baru saja, Pdt. Sigit Purbandoro dari Surabaya menyampaikan Firman Tuhan mengenai "Pertolongan Tuhan" yang terambil dari Mazmur 121:1-8. Semuanya kelihatannya berjalan dengan lancar seperti biasanya. Tiba-tiba terdengar ledakan keras. Puji-pujian langsung berhenti. Saya berpikir speaker sound system yang meledak. Saya langsung berlari ke tengah mimbar dan dari atas mimbar terlihat ada asap putih mengepul dari pintu depan. Asap cukup tebal sehingga pandangan ke luar pintu tidak terlihat.

Saya langsung berpikir "Wah bom!" Langsung saya berlari seperti melompat dari mimbar ke tempat kejadian. Pikiran saya cuma satu, "Tuhan jangan sampai ada korban jiwa dari jemaat" dan kalau ada korban luka, itu yang harus secepatnya ditolong. Tidak kepikiran kalau ada bom susulan atau hal lain. Hanya satu perkara yang ada di pikiran "Selamatkan secepatnya yang terluka!" Pada waktu itu, jemaat berteriak-teriak panik dan berlarian. Apalagi asap putih cukup tebal menghalangi pandangan. Bau mesiu menyengat dan darah berceceran di lantai.

Sampai di dekat kejadian, saya melihat hanya ada seorang yang tergeletak dengan perut hancur. Saya langsung berpikir, "Itu pasti pelakunya". Secara sekilas saya tidak menemukan korban lain yang tergeletak, spontan saya langsung berkata dalam hati, "Syukur Tuhan, tidak ada korban jiwa jemaat". Lalu saya lihat beberapa jemaat yang terluka. Saya pegang tangan salah satunya dan saya katakan "Kamu pasti tertolong. Jangan takut! Tuhan melindungimu."  Tapi saya tidak boleh hanya berkutat di situ. Sekarang, ada beban di pundak saya sebagai gembala untuk mengendalikan situasi yang kacau dan menenangkan jemaat yang panik.

Langsung saya berteriak "Semuanya keluar lewat pintu samping". Sekarang, prioritas utama adalah melarikan korban yang terluka secepat-cepatnya ke rumah sakit. Tidak usah memanggil ambulan, karena pasti butuh waktu cukup lama. Sedangkan korban, harus secepatnya dibawa ke rumah sakit. Terdengar teriakan dari Pdm. Joko Sembodo yang mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Dia berteriak kepada petugas parkir di luar "Tutup pintu gerbang cepat!" agar jangan sampai ada orang luar masuk. "Bawa semua korban lewat kantor. Pakai mobil Gereja untuk membawa korban ke rumah sakit" teriak saya.

Langsung beberapa jemaat dengan sigap tanpa rasa takut menggendong para korban ke kantor. Mereka ini betul-betul orang-orang yang siap melayani seperti Kristus. Tidak mempedulikan resiko bom ke dua ataupun kengerian yang muncul, mereka sigap untuk memberikan pertolongan kepada korban-korban yang berjatuhan.

Sayapun segera berlari ke kantor. Di kantor, saya menyuruh Bapak Yohanes dan Bapak Yulianto untuk mengatur parkir agar kendaraan di parkir yang tidak berkepentingan bisa langsung cepat keluar. Begitu kosong, ada dua kendaraan yang siap dipakai, milik Bapak Budi dan Bapak Gideon. Langsung para korban diangkat dinaikkan ke mobil Bapak Budi. Namun ada kesulitan untuk menaikkan korban ke mobil Bapak Gideon, karena pintunya terhalang mobil lain. Tidak menunggu waktu, saya langsung naik ke belakang setir dan memajukan mobil Bapak Gideon, sehingga pintu bisa terbuka lebar. Begitu korban dimasukkan, mobil segera melaju dengan cepat ke Rumah Sakit Dr. Oen. Ada yang sempat bertanya, "Nanti kalau di tanya siapa yang menanggung dan bertanggungjawab, bagaimana jawabnya?" Saya langsung berteriak "Gereja yang akan bertanggungjawab untuk semua biayanya. Yang penting, korban harus segera ditolong!" (Biaya pengobatan dan rumah sakit ditanggung oleh pemerintah dan oleh pihak Rumah Sakit Dr. Oen).

Dalam waktu kira-kira lima belas menit sejak ledakan, semua korban sudah bisa sampai ke Rumah Sakit Dr. Oen. Setelah sebentar membagi tugas di kantor, saya dan Pdm. Wim Agus Winarno langsung menyusul ke Rumah Sakit Dr. Oen. Urusan peledakan dan korban tewas biarlah urusan polisi dan orang lain yang sudah  saya serahi tugas untuk itu. Sedangkan tugas saya adalah gembala. Saya harus berada di dekat domba-domba yang terluka secepatnya. Di luar, masa yang begitu banyak sudah memadati jalan di sekitar Gereja, sehingga kendaraan saya sukar untuk bergerak.

Sesampainya di rumah sakit, ruang UGD sudah penuh dengan korban-korban yang terluka dan keluarganya. Suasana hiruk pikuk. Langsung saya usahakan untuk mendekati mereka satu per satu. Saya berikan kata-kata kekuatan dan yang paling penting saya doakan mereka satu per satu. Itulah tugas saya sebagai gembala.

Korban pertama yang saya jumpai adalah Bapak Sugiyono dan anaknya Defiana. Secara sepintas mereka kelihatannya tidak terluka parah, karena mereka masih bisa tersenyum. Namun kemudian saya baru tahu bahwa luka Defiana cukup parah, di mana ada 3 mur yang bersarang di tempurung kepalanya. Saya doakan mereka dan saya kuatkan. Lalu saya jumpai Bapak Go Sing Gwan yang terluka dibahunya. Sebuah metal besi telah menghantam tulang bahunya sehingga hancur. Bapak Go Sing Gwan harus menjalani operasi untuk mengganti tulang bahunya yang hancur dengan sebuah plat.

Dikamar sebelah saya menjumpai Olivia Putri yang terluka di kakinya. Urat kakinya putus dan dia menangis. Pasti rasanya sangat menyakitkan sekali dan hati saya turut tersayat melihat gadis remaja ini menangis kesakitan. Saya pegang tangannya dan saya doakan. Berlari keluar saya masuk ke kamar di samping dan di situ saya melihat Noviyanti tergeletak di atas ranjang dengan kepala yang bercucuran darah begitu banyak. Terlihat sepintas lukanya cukup parah dan dia hanya diam saja tanpa respon. Hati saya kuatir melihatnya. Tapi saya meneguhkan iman dan berdoa. Saya bisikkan kata-kata kekuatan dan saya doakan dia. Luar biasanya, nanti terlihat bahwa pemulihannya begitu cepat dan dia termasuk yang cepat pulang dari Rumah Sakit.

Septiana saya jumpai sedang terbaring kesakitan. Benda tajam telah menembus salah satu kakinya sampai berlubang dan mencucurkan darah. Tidak berhenti sampai di situ, benda tajam itu masih melaju dan bersarang di kaki yang satunya lagi. Ke dua kakinya terluka parah. Selanjutnya saya berlari ke kamar sebelah dan saya melihat Ibu Feriana yang terluka parah, ada pecahan metal yang menembus dan merobek kandung kemihnya. Pendarahan terjadi dan harus segera dihentikan sebelum menjadi fatal. Segera dia diprioritaskan untuk menerima tindakan operasi lebih dahulu untuk menghentikan pendarahan. Dalam operasi itu, dokter juga harus memotong usus halusnya sebanyak dua cm.

Ketika didoakan sebelum masuk ke kamar operasi, dia masih bisa tersenyum sekalipun terluka parah. Selesai mendoakan Ibu Feriana, saya keluar kamar dan di lorong saya menjumpai Ferdianta dan Boris yang terbaring di ranjang. Luka mereka berada di tangan, perut dan kaki, karena ada paku dan benda-benda lain yang menancap. Saya doakan dan saya teguhkan iman mereka. Mereka mengangguk lemah tanda percaya dan saya senang karena mereka tetap kuat.

Saat itu, saya melihat ada korban yang sedang didorong tergesa-gesa oleh petugas medis ke kamar operasi. Ternyata dia adalah Bapak Ristiyono yang punggungnya hancur karena ada dua belas paku yang menancap di punggungnya. Saya tidak sempat mendoakannya secara khusus, tapi saya berdoa dalam hati agar kemanapun dia dibawa, Tuhan menyertainya.

Dengan setengah berlari, saya masuki kamar selanjutnya. Di situ terbaring Ibu Yulianti yang sudah berusia tujuh puluh empat tahun. Dia merasakan sakit di kepalanya yang berdarah-darah dan berkata dengan suara memelas "Pak, kepalaku sakit sekali. Tolong Pak Yo, ndak kuat rasanya. Kepala ini sakit sekali!" Saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk meringankan penderitaannya, kecuali hanya dengan doa.

Telinga Ibu Yulianti telah robek terhantam serpihan benda tajam dan mengucurkan banyak darah. Saya pegang tangannya dan dia menggenggam tangan saya erat-erat. Saya katakan, "Tante jangan kuatir. Tante pasti bisa sembuh total. Tetap kuat dan panggil nama Tuhan Yesus ya Tante." Dia mengangguk dan saya doakan dia sambil kita ber dua berpegangan tangan.

Keluar dari kamar itu, saya melihat korban lain, yaitu Bapak Stefanus yang terbaring di ranjangnya tepat di tengah ruang UGD. Dia berusaha bangun. Saya tenangkan dia dan saya suruh tidur kembali. Saya lihat lengannya atas berdarah-darah. Saya pegang tangannya dan saya doakan dia di tengah-tengah ruangan UGD itu. Sekalipun jatuh korban tiga puluh orang terluka, saya masih bisa bersyukur bahwa tidak ada satupun yang meninggal dunia. Dari tiga puluh orang itu, empat belas harus dirawat inap dan semuanya harus menjalani operasi. Operasi berlangsung marathon dari hari Minggu jam 14.00 sampai besoknya jam 12.00, selama dua puluh dua jam.

BOM MELEDAK


Jika direnungkan, dalam tragedi 1053 ini ada banyak mujizat dan pertolongan Tuhan. Jika tidak ada satupun korban jiwa, itu adalah karena campur tangan Tuhan semata-mata. Bukan kebetulan! Karena di dalam Tuhan Yesus, tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi atas ijinNya.

Sebelum kejadian, berdasarkan rekaman kamera CCTV, pelaku diperkirakan masuk dari pintu kecil samping pintu utama. Dengan berbaju putih lengan panjang, celana panjang hitam, bertopi, berkacamata dan sebuah tas kecil di kalungkan di dadanya, pelaku sempat berjalan ke tengah dan mendekati tengah ruangan Gereja.

Andaikata dia meledakkan bomnya di tengah ruangan Gereja, pasti ceritanya akan berbeda. Korban yang jatuh pasti akan lebih banyak. Tapi entah mengapa (pasti ada campur tangan Tuhan), pelaku sempat menoleh ke kanan ke kiri seperti kebingungan. Kemudian, dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Dia melangkah keluar pintu Gereja dan berdiri di depan pintu agak menyamping ke timur.

Di teras Gereja itulah dia meledakkan bom yang dia bawa tepat pukul 10:53 (sesuai dengan waktu yang terekam di CCTV), menghamburkan proyektil-proyektil maut berupa paku, mur, lempengan logam tajam dan lain sebagainya. Semata-mata pertolongan Tuhan kalau pelaku itu meledakkan bomnya dengan menghadap ke halaman parkir.

Andaikata dia meledakkan bomnya dengan menghadap ke arah pintu Gereja, di mana jemaat sedang ramainya keluar melalui pintu itu, maka korban yang berjatuhan akan makin banyak dan bisa jadi ada yang kehilangan nyawanya. Lebih ajaib lagi, ketika dia menyalakan bomnya, posisinya agak berubah, badannya memutar sedikit sehingga arahnya tepat menghadap ke dua pilar beton.

Akibatnya, ketika bom yang menempel di perutnya meledak menghamburkan serpihan-serpihan, maka sebagian tertahan oleh dua tiang beton itu. Kalau bukan tangan Tuhan yang memutar tubuhnya sedikit, maka pasti akan jatuh korban lebih banyak lagi. Serpihan bom itu ternyata menyebar kemana-mana dan ada sebuah pecahan pipa yang tajam dan sebesar kepalan tangan, telah terlontar menembus plafon teras Gereja.

Andaikata pecahan itu tidak dilemparkan oleh Tuhan ke atas dan membabat orang, maka dipastikan orang itu tidak akan mengalami kesakitan. Tapi dia akan langsung tewas di tempat. Tapi puji syukur kepada Tuhan. Tuhan sudah melemparkan pecahan yang sangat berbahaya itu ke atas plafon Gereja, sehingga tidak menimbulkan korban.

MUJIZAT TERJADI


Satu hal yang saya kuatirkan dan saya doakan kepada Tuhan, "Jangan sampai ada satupun korban yang meninggal!" Kalau tidak ada yang kehilangan nyawa (kecuali pelaku), maka itu membuktikan bahwa tindakan bom bunuh diri itu adalah tindakan yang sia-sia dan tidak mencapai sasarannya, yaitu untuk mencabut nyawa korban sebanyak-banyaknya.

Selamatnya para korban juga menunjukkan bahwa perlindungan Allah itu dahsyat dan ajaib! Perlindungan Allah tidak tertembus oleh bom yang bagaimanapun juga. Oleh sebab itu, ketika diadakan doa di depan Gereja oleh saudara-saudara kita dari GP Ansor pada Minggu malam, sayapun ikut di situ.

Pada saat itu, saya menerima tiga kabar yang membuat sesak nafas. Berita pertama yang muncul di sms adalah Defiana setelah operasi kepala untuk mengambil tiga mur, ternyata mengalami kejang-kejang dan kritis. Saat saudara-saudara kita dari GP Ansor berdoa, sayapun juga berdoa, "Tuhan Yesus jangan sampai anakMu ini meninggal.  Sembuhkan dan pulihkan dia oleh karena bilurMu, bukan karena yang lain. Aku mohon mujizatMu Tuhan."

Belum selesai saya berdoa, masuk sms ke dua dan disusul yang ke tiga yang mengatakan bahwa kaki dari salah satu korban yang bernama Hariyoko harus diamputasi karena terbabat obeng yang terlontar seperti roket. Lalu urat kaki Olivia Putri yang putus harus segera disambung sebelum dua puluh empat jam. Tapi sampai saat itu belum bisa segera dilakukan operasi karena ruang operasi penuh. Padahal waktu sudah semakin sempit.

Kembali saya berdoa agar jangan sampai ada satupun yang mengalami cacat! Apalagi mereka ini masih remaja dan masih memiliki perjalanan hidup yang panjang. Jangan sampai mereka kehilangan masa depannya karena mengalami kecacatan. Berdoa bersama saudara-saudara kita dari GP Ansor dan mengingat korban-korban ini, tak terasa air mata ini menetes.

Hanya satu doa yang saya panjatkan terus, "Jangan ada yang meninggal dan jangan ada yang cacat", supaya nama Tuhan saja yang dipermuliakan dalam peristiwa ini. Begitu selesai doa bersama, kira-kira jam 22.30, saya langsung bergegas ke Rumah Sakit bersama Pdm. Joko Sembodo untuk menjenguk korban.

Di depan ruang operasi, saya menjumpai Ibu Hung Me, yang suaminya, Bapak Go Sing Gwan sedang menjalani operasi karena tulang bahunya hancur. Di depan kamar operasi itu, kita berdoa bersama-sama memohon anugerahNya. Lalu saya menuju kamar Olivia Putri yang harus dioperasi sesegera mungkin karena urat kakinya putus. Dia tertidur lelap, mungkin karena pengaruh obat bius untuk mengurangi rasa sakitnya. Saya katakan kepada ibunya, "Jangan kuatir bu. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Kaki Olivia pasti akan dioperasi tepat pada waktunya." Akhirnya jam 01.00, Olivia bisa dioperasi kakinya dan tidak terlambat.

Di ruang ICU, ada dua korban, yaitu Ibu Feriana yang terluka parah. Kandung kemihnya yang pendarahan karena tertembus logam dan ususnya harus dipotong dua cm. Ketika saya doakan, Ibu Feriana justru berkata "Saya tetap kuat Pak Yo. Saya tetap cinta Tuhan dan Tuhan Yesus pasti sembuhkan saya." Dia juga berpesan, "Pak Yo juga harus kuat. Tuhan akan pakai Pak Yo." Saya terkejut dengan ketabahan Ibu Feriana. Saya betul-betul dikuatkan dan terharu. Di saat menderita dan menjadi korban, Ibu Feriana betul-betul tabah dan justru masih bisa memberikan kekuatan. Luar biasa! Memang Tuhan punya rencana lain untuk Ibu Feriana.

Ketika para dokter mengoperasi untuk menghentikan pendarahannya, dokter juga menemukan usus buntunya sudah infeksi. Karena itu, usus buntunyapun ikut diambil. Jadi Ibu Feriana ini juga mendapatkan pelayanan operasi usus buntu, tanpa biaya. Tuhan yang atur semuanya. Defianapun juga berada di ruang ICU. Saya melihat sekarang dia telah bisa tidur tenang, sesudah sore tadi mengalami kejang-kejang. Saya bersyukur kepada Tuhan karena melihat Tuhan sudah melakukan mujizatNya. Mamanya mengatakan bahwa Defiana ini dalam penderitaannya justru sangat tabah. Dalam keadaan tergeletak dan terluka parah, dia justru yang menguatkan orang tuanya untuk tetap kuat dan bersyukur kepada Tuhan, "Ma jangan takut. Aku pasti sembuh karena Tuhan Yesus pasti menolong." Bahkan saat dia didorong masuk ke kamar operasi, dia menyanyikan pujian "Dalam nama Yesus! Dalam nama Yesus! Ada kemenangan!" Iman anak remaja ini betul-betul luar biasa. Dia sangat mencintai Tuhan.

Saat sadar, yang dipikirkan pertama kali justru, bagaimana pelayanannya hari Senin, 3 Oktober nanti dalam acara Konser Pemuda? Luar biasa! Pada hari Senin, 3 Oktober, Defiana sudah bisa ikut acara konser pemuda di Gereja, sekalipun dengan kepala yang masih dibalut dengan perban. Mujizat! Melihat kondisi Defiana yang cukup parah, sebuah lembaga sosial keagamaan dari Surabaya menawarkan bantuan dana dan pertolongan untuk membawa Defiana ke Singapore jika diperlukan. Tapi rencana Tuhan berbeda. Hari Senin, 3 Oktober, Defiana tidak berada di Singapore untuk diobati. Tapi pada Hari Senin, 3 Oktober, dia berada di GBIS Kepunton sedang memuji Tuhan. Haleluya!

Hariyoko yang menurut dokter harus diamputasi kakinya mengalami mujizat yang luar biasa. Besoknya, dokter berkata bahwa kakinya tidak jadi diamputasi dan bisa sembuh sempurna. Saya yakin dan percaya, bahwa malam itu, Tuhan Yesus sudah menyambung semua pembuluh darah dan urat-urat yang terputus, sehingga kakinya bisa diselamatkan. Hariyoko yang masih muda tidak kehilangan kakinya.

Ayahnya, yaitu Bpk Ristiono adalah bapak yang punggungnya hancur tertembus dua belas paku tajam. Tapi puji Tuhan, tidak ada satupun paku itu yang menembus organ vitalnya. Sebelas paku diambil melalui operasi pertama. Tapi satu paku diambil pada operasi ke dua yang beresiko tinggi. Paku itu bersarang tepat di antara paru-paru dan hatinya. Jika paku itu tertancap sedikit bergeser saja, maka akan mengenai paru-paru atau hatinya dan hasilnya pasti fatal. Tapi karena tangan Tuhan saja, maka paku itu bisa tepat bersarang di antara dua organ vital itu.

Ibu Yuliati yang berusia tujuh puluh empat tahun telah terluka di kepalanya. Ada serpihan benda tajam yang melesat cepat merobek daun telinganya. Telinganya berdarah-darah. Tapi kita bisa bersyukur kepada Tuhan, karena seandainya benda itu selisih beberapa mili saja jaraknya, maka pecahan benda tajam itu akan menembus ke kepalanya dan berakibat fatal. Tangan Tuhan betul-betul menyatakan perlindunganNya.

Para korban bersaksi bahwa sepertinya ada tameng Ilahi yang melindungi mereka. Pecahan paku, mur boleh menembus daging, tapi tidak mengenai tulang atau organ penting. Ada tangan Tuhan yang tak terlihat yang telah menahan semua proyektil-proyektil maut itu.

IMAN DI ATAS BATU KARANG

Hal yang paling membahagiakan saya adalah semua korban yang dirawat ini memiliki iman yang kuat. Mereka menderita, tapi mereka tidak kecewa kepada Tuhan. Mereka disakiti, tapi mereka tidak dendam dan mau mengampuni.

Ketika mereka ditanya, mereka tetap mencintai Tuhan Yesus dan akan tetap setia ke Gereja. Seperti juga Defiana yang saat masih tergolek justru memikirkan pelayanannya, maka Olivia Putri juga berkata "Aku akan tetap ke Gereja. Kenapa harus takut?"

Bapak Stefanus dalam keadaan masih terbaring di tempat tidur bahkan sudah menanyakan, "Pak, Hari Sabtu ada kebaktian 464 (lansia)? Saya mau datang ibadah." Ibu Yulianti yang sudah berusia tujuh puluh empat tahun, awalnya mengalami trauma dan berkata "Tidak berani ke Gereja dulu". Tapi besoknya dia sudah bisa berkata "Sesudah sembuh, saya pasti ke Gereja lagi. Saya tidak trauma lagi, karena Tuhan Yesus."

Boris waktu ditanya wartawan tentang Firman Tuhan saat ibadah, dia menjawab dengan jawaban luar biasa, "Firman Tuhan tadi berbicara tentang pertolongan Tuhan dan sekarang saya langsung mengalami pertolongan Tuhan". Para korban tidak menolak jika diwawancarai oleh wartawan maupun dikunjungi oleh tamu-tamu penting. Salah satunya saya tanya, "Kenapa kok mau diwawancarai atau dijenguk oleh tamu-tamu yang begitu banyak? Apa tidak justru melelahkan?" Dia menjawab "Pak Yo, justru ini kesempatan buat saya untuk menyaksikan kehebatan Tuhan Yesus. Justru inilah kesempatan buat saya untuk menunjukkan kepada orang yang belum kenal Tuhan bahwa saya tidak takut untuk mengiring Tuhan Yesus  dan menunjukkan bahwa saya mengampuni mereka."

Kuatnya iman mereka, betapa cintanya mereka kepada Tuhan Yesus, tabahnya hati mereka, semuanya itu membuat saya semakin kuat. Bukan saya yang menguatkan mereka. Tapi merekalah yang justru telah menguatkan saya. Jika mereka yang menjadi korban saja bisa begitu kuat dan tidak takut untuk kembali beribadah. Tentunya, kita yang tidak tergores sedikitpun pasti akan tetap kuat dan setia beribadah kepada Tuhan Yesus di tempat yang sudah Tuhan tempatkan. Jangan sampai kesetiaan dan iman kita kalah dengan mereka yang menjadi korban. Biarlah mereka ini menjadi teladan iman buat kita. Inilah iman yang dibangun di atas fondasi batu karang.

WE LOVE, WE FORGIVE

Setelah saya kembali dari Rumah Sakit, polisi sudah berdatangan mengamankan lokasi. Saya masuk ke dalam Gereja dan duduk di kursi tidak jauh dari pelaku pemboman yang tergeletak di lantai. Saya amati dia cukup lama dan saya mulai merenung, "Haruskah hidupnya berakhir tragis dan sia-sia  seperti ini?" Pada waktu itu, yang muncul di dalam benak saya bukan kebencian dan dendam. Perasaan yang muncul adalah belas kasihan kepada dia yang telah salah memilih jalan kehidupan. Dari situlah inti pesan gembala itu muncul "Taburkanlah kasih dan pengampunan. Bukan dendam dan kebencian." We love and we forgive. Tidak ada persungutan yang kita berikan. Tapi ucapan syukur kepada Tuhan yang kita persembahkan. Habis gelap, terbitlah terang. Setelah musibah, timbulah mujizat.

Karena itu, sekalipun di mata manusia, hal ini merupakan tragedi dan bencana. Tapi dengan mata iman, saya memandang bahwa *tragedi 1053 pasti menjadi MUJIZAT 1053*. Allah turut bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Dia. Tidak ada kemuliaan, tanpa melalui salib. Justru melalui peristiwa ini, dunia telah melihat bahwa Tuhan Yesus dahsyat dan ajaib.

Pdt. Jonatan Jap Setiawan

Rabu, 21 September 2011

KESAKSIAN PELAKU KERUSUHAN MEI 1998

Kesaksian Christian Andryansah

Awalnya saya mengenal Isa Almasih berawal dari kejadian yang hampir tidak masuk akal. Bermula dari kerusuhan mei 1998 pada waktu itu.


Sebelum saya mengenal Isa Almasih, saya di didik oleh orang tua saya maupun para ulama baik di bangku sekolah, musholla, maupun masjid bahwa orang di luar penganut Islam adalah kafir dan Islam merupakan ajaran yang paling benar dari segala kitab yang ada di muka bumi ini, dan yang paling utama apabila ada di antara kami yang dapat mengenyahkan penganut di luar Islam, adalah merupakan suatu pahala yang besar, sebab menurut apa yang telah mereka ajarkan kepada saya intinya adalah penganut di luar Islam merupakan jamaah syaithon yang harus segera di musnahkan dari muka bumi ini, dan bahaya yang paling besar pada saat itu adalah kaum nashara (Nasrani) yang selalu berkembang di Indonesia secara perlahan lahan, yang mana pada saat itu saya selalu di cekoki pelajaran yang terdapat di dalam quran maupun hadist, begitulah sikap saya yang semula sebelum mengenal Isa Almasih yang mulia di bumi maupun akhirat dengan kasihNya.

Dan pada suatu waktu tepatnya awal kerusuhan mei 1998, saya bersama kawan-kawan saya (penganut Islam) mengendarai sepeda motor beramai – ramai dengan tujuan untuk menjarah toko-toko milik non muslim, sebelum kami berangkat melakukan hal tersebut, sebenarnya saya enggan mengikuti mereka karena keluarga kami adalah orang yang hidup di atas rata-rata dan hal tersebut sepertinya merupakan sesuatu yang memalukan, dan pada saat itu saya telah menyelesaikan study di perguruan tinggi dan saya masih dalam status penganguran dan hal inilah yang membuat saya mengikuti ajakan teman saya, terutama apalagi bila ada salah satu dari mereka berteriak mari kita hancurkan para kafir, hal inilah yang membuat semangat saya menggebu gebu.

Sampai pada suatu saat kami telah sampai di depan toko yang bernama El – Shadai, dan kami yakin bahwa toko itu adalah toko milik kafir Nasrani, dan akhirnya kamipun melempari toko tsb sambil meneriakan Allahuakbar bersama-sama, dan meneriakan kafir keluar lu dari dalam toko lu, dan pada waktu itu ada beberapa orang yang berhamburan keluar, dan salah satu dari mereka mengendarai motor untuk melarikan diri dari kami, dan pada saat itu lah kami melihat pria itu mengenakan kalung salib di lehernya, lalu teman saya yang bernama sultan (nama samaran) berseru kepada saya ndry mari kita kejar dia, saya pun bergegas untuk membonceng teman saya, sebelum saya membonceng motor kawan saya, saya mengambil sepotong besi.

Dan akhirnya kami pun mengejar pria itu, dan yang mana pada waktu itu keadaan di jalan sangat carut marut, tetapi pria itu tetap menancap gas, mungkin saking takutnya berusaha menyelamatkan diri dari kejaran kami, dan kawan saya pun mempercepat laju motornya, berhubung motor yang kami tuggangi adalah motor king sedangkan pria tsb menggunakan motor bebek, maka perlahan-lahan kami dapat menyusulnya.

Dan pada suatu saat pria itu membelokkan motornya pada persimpangan dengan cepatnya, dan pada saat itulah kami tidak tahu darimana mobil tersebut datang, seingat saya kamipun akhirnya menabrak mobil tersebut dan saya serasa terbang di udara dan sesudah itu saya tidak dapat memahami lagi.

Pada waktu saya sadar, saya melihat banyak kerumunan di sekitar saya, dan dengan reflek saya mencari teman saya, untuk melihat kondisinya, lalu saya pun memisahkan diri untuk mencari teman saya dari kerumunan orang tersebut, tetapi saya tidak tahu mengapa orang tersebut masih berkerumun di tempat saya berada tadi.

Lalu saya pun melangkah ke jalan, dan saya mendapati kerumunan di sisi jalan yang lain, dan saya pun berpikir itu pasti teman saya, lalu saya pun melangkah mendekatinya, tiba tiba saya berhenti sontak di tengah jalan, karena saya melihat di beberapa kerumunan teman saya, saya melihat teman saya jadi dua dan ada banyak orang yang berwajah bengis dan hewan kurus seperti anjing yang hendak memperebutkannya, lalu saya mengucek mata saya sebab saya pikir saya masih belum sadar, setelah itu saya melihat teman saya yang ada dua tersebut, salah satunya di seret-seret oleh mereka untuk keluar dari kerumunan tersebut dan teman saya itu berteriak ndry, ndry tolong saya, saya pun tak berani melangkah karena saya takut dan saya tetap diam terpaku di tengah jalan raya tersebut.

Dan pada waktu itu ada sinar datang dari sebelah kanan saya dan waktu saya menoleh ternyata mobil ambulance pas di samping kanan saya dan menabrak saya dan saya pun tersontak dan menyebut Masyaallah sambil memejamkan mata, tetapi mobil itu serasa melintasi tubuh saya, lalu sayapun membuka mata saya dan dengan reflek saya memegang tangan saya sendiri, lalu saya pun melihat mobil ambulance tersebut berhenti pas di tempat saya jatuh tadi.

Dan yang membuat saya terdiam seribu bahasa, ketika saya melihat tubuh saya di masukkan ke dalam ambulance tersebut, hal ini yang membuat saya seperti gila, sayapun akhirnya berlari tanpa tujuan dan saya tidak berani mendatangi kerumunan di mana saya jatuh sebelumnya, karena saya takut setelah melihat kejadian teman saya.

Tidak jelas kemana saya berlari tiba tiba saya sampai di sebuah taman, dan saya duduk dan menangis, apakah saya sudah mati, saya terus mencubit cubit tangan saya, tapi saya tidak merasakan apapun, lalu saya menangis lebih keras, dan sayapun tersungkur menangis di atas tanah, dan pada saat saya tersungkur saya melihat sepasang kaki di depan mata saya dan saya pun sontak mundur kebelakang, karena saya teringat langsung apa yang di alami teman saya, tapi pada saat saya mau bangun dan melarikan diri saya seperti lumpuh tidak bisa bergerak, dan saya pun memberanikan diri untuk menatap siapakah yang di depan saya, tapi saya tidak bisa melihat wajahnya karena sangat silau dan hal itu membuat saya pasrah dan menundukkan muka.

Lalu orang yang berpakaian putih di depan saya itu pun bertanya kepada saya “Nak mengapa engkau menganiaya AKU“ lalu saya pun menjawabnya “Setan pergi kau jangan ganggu saya“ sayapun akhirnya mengucapkan ayat-ayat kursi untuk mengusirnya.

Lalu Dia pun berkata lagi “Nak mengapa engkau menganiaya Aku“ sayapun masih melapatkan ayat kursi di bibir saya dan saya mengucapkan ya allah usirlah setan itu dari hadapanku.

Lalu Dia berkata lagi “Nak apakah kesalahanKu hingga kau menganiaya Aku“ Lalu setelah saya sadar ayat kursi tidak ampuh untuk menghadapiNya akupun tersungkur di bawah kakiNya dan menangis tersedu sedu dan akhirnya akupun menjawabnya “Saya tidak tahu kenapa saya melakukannya, maafkanlah saya“ dan saya pun meraung-raung di bawah kakinya. Dan diapun berkata “Bangunlah, jangan takut, peganglah tanganKu.”

Dan sayapun berdiri di depanNya sambil menundukkan muka saya (dan pada waktu itu sayapun masih berpikir bagaimana cara melarikan diri dariNya), sepertinya Dia tahu pikiran saya, dan Dia berkata lagi “Jangan takut akan Aku, karena Aku lembut dan murah hati”. Dan akhirnya saya pun memberanikan diri untuk menatapNya, saya merasakan kesedihan yang ada di hati saya menjadi sirna seketika, dan saya pun memberanikan diri untuk bertanya kepadaNya “Siapakah kamu sesungguhnya“ lalu Dia menjawab “Akulah yang selalu di perdebatkan oleh banyak anak manusia, Akulah jalan yang lurus, Akulah yang telah membangkitkan orang dari kematian“, setelah saya mendengar Dia berkata “Akulah yang telah membangkitkan orang dari kematian“ sayapun langsung tersadar bahwa Dialah Isa Almasih atau Yesus Kristus yang banyak sekali di puja puja oleh kaum Nasrani sebagai TuhanNya, lalu sayapun tersungkur di di bawah kakinya kembali dan pada saat itu secara tak sadar saya memperhatikan kakiNya yang mempunyai tanda berlobang bekas luka, dan saya pun berkata “Ya Nabi Isa, ampunilah segala sesuatu yang pernah saya perbuat terhadap pengikutMu, ampunilah saya” , dan sayapun menangis kembali karena merasa berdosa terhadapNya, lalu dia pun berkata “Mengapa kamu menganiaya mereka“ sayapun menjawabNya “saya tidak tahu, atau mungkin karena mereka menganggapmu Allah, dan menduakan Allah“ lalu Dia pun berkata “Segala apa yang ada padaKu adalah milik BapaKu yang di Sorga, dan segala apa yang ada pada BapaKu di Sorga adalah MilikKu juga, karena olehNya segala kekuasaan baik di bumi maupun di sorga telah di serahkanNya kepadaKu, karena Aku dan Bapa adalah satu, begitu juga kau, kau sekarang adalah milikKu.”

Sayapun masih menangis di bawah kakiNya pada saat Dia menerangkan tentang siapa diriNya sebenarNya, yaitu Dia adalah Allah itu sendiri, lalu sayapun berkata “Ya Isa Allahku ampunilah segala sesuatu yang pernah saya lakukan“ di sinilah saya pertama kali menyatakan Isa adalah Allah saya, lalu Isa Almasih berkata, “Pulanglah dan beritakanlah tentang Aku, apa yang pernah kau lihat ‘Aku akan menyertai kalian semua hingga zaman akhir’“

Dan pada saat itu pula sontak saya terbangun, ternyata saya sudah berada di Rumah Sakit tepatnya ruang ICU kurang lebih selama 2 minggu dalam keadaan koma, pada saat saya terbangun saya langsung menangis dan menyebut ya Isa ya Tuhanku ampunilah saya, pada saat itu ibu dan saudara-saudara saya sedang menunggu di luar dan bergegas masuk saat mendengar suara saya, tetapi kebanyakan dari mereka heran mengapa saya menyebut Isa sebagai Tuhan saya, dan banyak di antara mereka yang menganggap saya kerasukan iblis dengan jalan membaca ayat kursi bersama sama, hal inilah yang membuat saya tertawa terpingkal-pingkal pada saat ini ketika mengingat mereka melakukan hal tersebut .

Akhirnya sayapun di bawa pulang ke rumah setelah kondisi saya membaik, dan pada saat itu merupakan kegoncangan iman yang terbesar dalam hidup saya tentang apa yang pernah saya percayai sebelumnya yang selalu penuh dengan kekerasan, iri, dan dengki, dan saya mengingat tentang pertemuan saya dengan Tuhan kita Yesus Kristus betapa baiknya Dia terhadap saya, Dia tahu saya telah menganiaya pengikutNya seharusnya Dia memenggal kepala saya tetapi Dia malah mengampuni saya dan mengembalikan roh saya menyatu kembali dengan jiwa dan tubuh saya. Padahal ibu saya pernah berkata bahwa pada saat saya di rumah sakit dokter telah mengatakan bahwa saya telah mengalami pendarahan otak dan mustahil bisa di sembuhkan, dan sekalipun saya sembuh saya akan mengalami kelumpuhan total, banyak para dokter yang merasa aneh pada kejadian saya yang ajaib, dan apabila mereka bertanya saya hanya menjawab Isa / Yesus Kristus lah yang menyembuhkan saya, kadang-kadang hal ini membuat mereka yang belum menerima Yesus di dalam hatinya menganggap saya kerasukan iblis, begitu juga saudara-saudara saya maupun bapak saya sendiri, sehingga sering bapak saya mengundang para kiai maupun dai untuk mengotbahi saya, lalu saya bertanya kepada mereka sudahkah kalian pernah merasakan kematian, merekapun jawab belum, lalu sayapun bilang kepada mereka, percayalah kepada Isa, karena Isa lah yang menyelamatkan saya dari kematian, akhirnya banyak dari antara mereka yang pergi dengan hati yang dongkol. Untungnya bapak saya merupakan Muslim yang liberal, dan akhirnya sayapun menceritakan tentang semua kejadian yang pernah saya alami pada waktu itu (mungkin bapak saya mendengarkannya dengan cara masuk kuping kiri, keluar kuping kanan) dan akhirnya bapak saya berkata seandainya apa yang saya alami itu memang benar maka saya (bapak saya) akan mengucap sukur kepada nabi Isa yang telah menyelamatkan saya, dan sayapun selalu berdebat dengan bapak saya, sampai akhirnya saya berkata kepada bapak saya “ sungguh apa yang semua saya alami adalah benar karena saya melihatnya dengan kepala dan mata saya sendiri“ dan bapak sayapun bilang bagaimana mungkin kamu melihatNya, orang pada saat itu bapak bersama ibumu selalu menunggui kamu di rumah sakit, kapan kamu keluar dan bertemu denganNya tahukah kamu ndry semua itu karena ridho allah titik, pada waktu itu saya pun bingung menjawab pertanyaan yang di lontarkan bapak saya kepada saya, ibu saya pun menangis dan memeluk saya ketika melihat kami berdebat dengan keras, dan menyuruh saya diam dan meninggalkannya, dan tanpa sebab saya berkata kepada bapak saya “Ya benar Isa Almasih adalah Tuhan saya sekarang ini, pelangi adalah saksi apa yang pernah saya katakan“ Lalu bapak saya tertawa menyindir kepada saya, di musim kemarau begini mana mungkin ada pelangi, dan sayapun akhirnya pergi meninggalkan tempat saya berdebat dengan ayah saya itu dan menuju pintu rumah untuk pergi keluar.

Pada saat saya di luar rumah sayapun menangis dan berbicara sendiri “Ya Isa Tuhanku mengapa begitu keraskah hati bapak saya seperti batu“ lalu saya pun mendongak ke atas langit, dan aneh nya saya melihat pelangi, lalu saya menangis dengan penuh suka cita, lalu sayapun lari kembali ke dalam rumah untuk menemui bapak saya, dan saya memanggilnya untuk menunjukkannya, setelah bapak saya melihat pelangi tersebut diapun diam seribu bahasa dan setelah kejadian itu bapakku seperti mengalami kegoncangan iman, seperti yang pernah saya alami sebelumnya.

Dan sayapun akhirnya menelusuri dan mencari segala hal tentang Isa Almasih Tuhan kita, dan akhirnya sayapun berpikir bahwa saya harus mendapatkan Injil itu sendiri untuk memahami siapa Isa Almasih itu sesungguhNya, ada keinginan yang sangat kuat di hati saya untuk mendapatkannya (Injil), lalu saya pun teringat akan toko yang pernah kami (saya bersama kawan saya dulu ) rusakkan yaitu toko buku El – Shadai, lalu sayapun pergi kesana.

Pada saat saya sampai di toko tersebut, toko itu masih kelihatan rapi, baik kaca-kacanya yang dulu kamu lempari dengan batu hingga pecah, telah rapi terenovasi kembali, lalu sayapun menghampiri toko tersebut dan akhirnya saya berbicara dengan salah satu penjaganya “mbak apakah anda menjual Injil“ ya jawabnya, lalu penjaga itu pun mencarikan Injil tersebut, lalu dia pun menyerahkan kepada saya Kitab Perjanjian Baru, lalu saya bertanya lagi kepadanya, apakah ini Injil Isa Almasih punya?, mbak penjaga itupun berkata sambil tertawa kecil,’iya Perjanjian Baru itu adalah Injil, lalu mbak itu pun berkata kepada saya “Apakah kamu non Kristen?”, sayapun bingung menjawabnya, karena agak takut oleh sebab sebelumnya, seandainya mbak itu tahu apabila saya muslim mungkin dia akan benci kepada saya, pikir saya dalam hati, akhirnya dengan berat hati sayapun menjawabnya “Ya saya muslim“ sambil saya menundukkan muka, lalu mbak itu pun berkata ah itu tak masalah bagi kami sambil tersenyum, hal ini yang membuat saya heran kenapa mereka yang begitu ramah bisa kami benci tanpa sebab sebelumnya?

Lalu sayapun bertanya kepada dia, mbak adakah buku-buku tentang kisah nabi-nabi menurut Kristen, lalu mbak itupun mencarikannya, sesudah itu sayapun mananyakan harga totalnya untuk membayar buku-buku tersebut dan sebelumnya saya pun bertanya kepadanya “Mbak apakah ada di antara pegawai toko ini yang celaka pada saat kerusuhan sebelumnya” mbak itupun menjawab saya “Pada waktu kejadian tersebut toko ini telah kami tutup lebih awal kira-kira jam sepuluh pagi“ lalu saya bertanya lagi “Apakah ada yang menempati toko ini sebagai tempat tinggal?“ ah tidak mas jawabnya, hanya satpam yang menjaga toko-toko di sekitar kami, itupun juga mereka hanya menjaga di luaran saja untuk keamanan sekitarnya. Hal ini yang membuat saya sangat bingung dalam hati, seingat saya waktu kami merusak dan menjebol toko ini pada waktu petang hari masih ada beberapa orang yang di dalamnya, sedangkan mbak itu bilang toko telah tutup sejak jam 10 pagi dan tidak ada satupun penghuni yang menempatinya, lalu siapakah di antara mereka yang kami kejar pada waktu itu? Hal ini yang membuat saya heran hingga sekarang, seandainya apabila saya menemui pria yang kami kejar-kejar dulu, mungkin saya akan berlutut untuk meminta maaf kepadanya.

Dan akhirnya sayapun kembali kerumah, dan sayapun mulai membaca Injil satu persatu di kamar saya, saya sangat terenyuh, sedih, dan bangga pada saat saya membaca kisah Injil, betapa mulianya segala sesuatu yang pernah di perbuat oleh Isa Almasih / Yesus Kristus, begitu pun juga ucapan-ucapan Nya yang bagaikan pisau belati langsung menusuk hati mengajarkan tentang kasih yang tulus, kerendahan hati, maupun keselamatan, hal ini yang belum pernah saya peroleh sebelumnya semenjak saya hidup di muka bumi, yang mana sebelumnya saya menganggap diri kami sebagai muslim adalah yang tertinggi dari golongan lain kafir yang mana para golongan kafir itu harus tunduk kepada kami yaitu para penganut Islam, sebab ada di quran yang mengatakan “Hanya penganut Islam lah yang masuk Sorga” dan hal ini sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin nabi-nabi sebelum Muhammad bisa di sebut Islam, karena mereka pun tidak pernah sekalipun mengucapkan kalimat syahadat, dan juga pada saat saya mengalami kejadian yang aneh di mana roh saya berpisah dengan tubuh saya pada waktu kecelakaan dan mengalami koma, kenapa yang menemui saya justeru Isa Almasih / Yesus Kristus, kemanakah muhammad yang dulu selalu kami junjung-junjung namanya? dan siapakah mereka yang menyeret jiwa teman saya dan memperebutkannya seperti makanan? sekali lagi Muhammad tidak menolong kami (padahal teman saya sultan itu pemahaman tentang Islam lebih hebat dari saya). Dan akhirnya sayapun menyerahkan diri saya sepenuhnya untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan saya dan Juruselamat saya, dan pada tanggal 27 oct 2000 saya pun di baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, Halleluya saya telah menerima kasih karunianya, baik susah maupun senang Tuhan Yesus selalu menyertai saya.

Amin.

Solo, Indonesia, 3 Mei 2006

Sumber: Buletin Kampung Baru Februari 2007

Selasa, 23 Agustus 2011

DITINGGAL UNTUK MENGHADAPI KEMATIAN

Untuk kesaksian ini lebih baik saya hadirkan dalam bahasa aslinya, bagi yg tulus ingin membaca dalam bahasa indonesia bisa mamanfaatkan translator dengan mengganti pilihan dari bahasa inggris ke bahasa indonesia.

Left to Die
By: Dr. Nasir Siddiki


Nasir SiddikiBy age 34, Nasir Siddiki, a successful businessman, had made his first million, but money meant nothing to him on his deathbed. Diagnosed with the worst case of shingles ever admitted to Toronto General Hospital , his immune system shut down and doctors left him to die.

The next morning I woke in a sterile room on the eighth floor of the hospital, my skin burning as though someone had doused me in gasoline and lit a match. I felt on fire from the inside out.

My doctor arrived and looked at me in wonder. “The blisters are multiplying so fast I can literally watch them grow,” he said. ‘”Your body isn’t fighting back.”
The next morning, in addition to shingles, I had chicken pox from head to toe. I was put in strict isolation. That evening my temperature soared to 107.6 degrees — hot enough to leave my brain permanently scrambled.

For days I continued to deteriorate. My nerve endings became so inflamed that a hair drifting across my skin sent shock waves of fire rippling through my body. By week’s end, I was listed in critical condition.

My Last Hope

In life, I’d been bold, self confident, a risk taker. But facing death, I was terrified. I had no idea what might await me on the other side. I’d been raised as a Moslem in London , England , and I understood Allah was not a god who heals.

My only hope was in medicine.

I eventually slipped so close to death that the doctors didn’t know I could hear them when they examined me. “His immune system has simply shut down,” one of them said.

“He’s dying,” the other confirmed. “His immune system must be compromised by AIDS.”

I don’t have AIDS! I wanted to shout, but I couldn’t form the words. Then it hit me. He said I’m dying!

The doctors spoke quietly to my co-worker, Anita. “In a few hours he’ll be dead,” they said. “If by some miracle he lives, he’ll probably be blind in his right eye, deaf in his right ear, paralyzed on his right side and he may be severely brain damaged from the high fever.”

Then they left.

They left me here to die! I felt like a drowning man going down for the third time. Gathering my strength I whispered a prayer. “God, if you’re real, don’t let me die!”

In His Presence

During the darkest hour of the night, I woke and saw a man at the foot of my bed. Rays of light emanated from him, allowing me to see his outline. I couldn’t see his face, it was too bright. No one had to tell me, I knew it was Jesus.

The Koran mentions Jesus; Moslems believe He existed, not as the son of God, but as a good man and a prophet. I knew this wasn’t Mohammed. I knew it wasn’t Allah. Jesus was in my room. There was no fear, only peace.

“Why would You come to a Moslem when everyone else has left me to die?” I wondered.
Without words, he spoke to me. “I Am the God of the Christians. I Am the God of Abraham, Isaac and Jacob.”

That’s all He said. He didn’t mention my illness. He didn’t mention my impending death. As suddenly as He appeared, He was gone.

The next morning, the same two doctors arrived to examine me. “The blisters have stopped growing!”

“We don’t know what happened, but the shingles virus has gone into remission!”

The following day, still in pain and covered with blisters, I was discharged from the hospital with a suitcase full of drugs. “Don’t leave home,” the doctor cautioned. “It will be months before the blisters go away, and when they do you’ll be left with white patches of skin and scars. The pain could last for years.”

Stepping outside into the morning sun, I looked like a cross between a leper and the Elephant Man. When people saw me, they crossed to the other side of the street. However, my mind was not on my looks; my thoughts were on Jesus. There was no doubt in my mind that Jesus’ presence in my room had stopped the shingles virus. Whatever else Jesus may be, I realized that in His presence miracles happened.

That fact left me with one consuming question: Is Jesus the Son of God as the Christians claim, or is He just a prophet as I was taught?

At home that evening, in spite of the drugs, the pain and itching was so severe I almost had to tie my hands. Even so, I fell into a restless sleep wondering about Jesus.

Learning to Live

The next morning, I woke early and turned on the television. Flipping through the channels, I froze when I saw the following words across the screen: Is Jesus the Son of God?

I listened intently as two men spent the entire program discussing this topic — answering all of my questions. Before the show went off the air, one of the men led the television audience in a prayer. My body was aflame with pain but I knelt on my living room floor anyway. Tears streaming down my face, I repeated the prayer and invited Jesus into my heart.

Dr. Nasir Siddiki with his wife, Anita

Immediately a voracious spiritual hunger sprang up within me. I had to know more about Jesus. In spite of my doctor’s orders to stay inside, the next day I went out and bought a Bible. First I read the books of Matthew, Mark, Luke and John. Still ravenous, I started in Genesis and read through the Bible during my sleepless nights.

Meanwhile, Anita brought me books and teaching tapes explaining the Gospel. I devoured them while continuing to study the Word of God. As my understanding of faith began to grow, I dug out a picture of how I looked before shingles. I prayed and asked God to make me look that way again.

Jesus, My Healer

One week after my discharge from the hospital, I woke and found my pillow covered in blisters. I must have clawed them in my sleep, I thought. I crawled out of bed and stepped into the shower. What had started on my pillow was finished in the shower: Every blister fell off my body!

Instead of being covered with patches of white and scar tissue, my skin was simply red and raw. It slowly healed, returning to its pre-shingles condition. When it did, I not only looked human, I looked like I did before I got sick, except for the scars that I still carry on my chest.

None of the doctor’s dire predictions came true. My eyesight was 20/20. My hearing was normal. My speech was unimpaired. I suffered no brain damage.

My healing was miraculous, swift and complete. I never suffered from lingering pain or any other complication. Not only did I have the worst case of shingles ever admitted to Toronto General Hospital , I also had the most miraculous recovery.

Jesus, the God of the Christians, showed up in the hospital room of a dying Moslem and healed me. But that wasn’t the greatest miracle He performed. The transformation that occurred in my heart was even more dramatic than the one that occurred in my body.


An international teacher and evangelist, Dr. Nasir Siddiki is the founder of Wisdom Ministries (WisdomMinistries.org). He lives in Tulsa , OK with his wife Anita and their two sons.
Unless otherwise indicated, Scripture taken from the New King James Version. Copyright ©1979, 1980, 1982 by Thomas Nelson, Inc. Used by permission. All rights reserved.

Anda juga bisa melihat video kesaksiannya di alamat ini:
http://show2.me/id/v/tuhan-itu-nyata-kisah-dari-nasir-siddiq?eu=z8fuZ0ZlZ0

Selasa, 02 Agustus 2011

GUNUNG SINAI bagian 3

PENJELASAN ALKITAB TENTANG GUNUNG SINAI
Hal pertama yang Ron perhatikan ketika ia melihat Jebel el Lawz pada tahun 1984, sebelum ditangkap, adalah bahwa puncak tertinggi pegunungan itu jelas menghitam. Ketika seseorang berdiri di dasar gunung - sedikit di luar tanda batas yang akan kita bahas sebentar lagi, puncak tertinggi yang dapat dilihat tampak seperti terbuat dari batu bara.

Puncak yg menghitam di gunung Sinai

Keluaran 19:18 Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat.

Keluaran 20:18 Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung, sangkakala berbunyi dan gunung berasap. Maka bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh.

ALTAR LEMBU EMAS



Seperti yang kami katakan, bukti yang menyebabkan arkeolog Saudi untuk mengatakan bahwa ini adalah penemuan arkeologis besar, adalah petroglyphs di atas altar yang terletak di sebelah timur tempat suci - pada kenyataannya, dari puncak gunung, melihat ke bawah ke arah kawasan suci, altar ini terlihat hampir secara lurus ke depan. Tapi mungkin satu mil atau lebih dari dasar gunung. Ketika kita membaca penjelasan Alkitab tentang kejadian tersebut, kita dapat melihat bahwa situs ini sesuai dengan deskripsi yang diberikan dengan sempurna.

RAFIDIM - GUNUNG BATU DI HOREB
KELUARAN
17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.

Sedikit di atas sisi barat pegunungan, arah sebaliknya dari batas Kudus, ini adalah daerah yang luar biasa, lima sampai enam tingkat lantai batu bertengger di atas sebuah bukit yang tingginya sekitar 200 feet.

Gunung batu di Horeb

Gunung batu terbelah dimana air keluar

Batu ini terbelah di tengah dan menampilkan pola erosi air dan bukti bahwa banyak sungai mengalir dalam beberapa arah.

ALTAR
Sekitar 200 yard dari batu karang ini, ada mezbah lain dibangun dari batu.

Altar "Jehovah Nissi" di dekat gunung batu di Horeb

KELUARAN
17:15 Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan menamainya: "Tuhanlah panji-panjiku!"

Area ini juga memiliki daerah dataran besar di mana pertempuran dengan orang Amalek bisa terjadi.

ELIM
Dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, dan mereka berkemah sana.

Oase di Elim

BANYAK SUMUR-SUMUR

Bagian atas salah satu sumur

Sementara menjelajahi situs pada tahun 1985 dengan Samran dan kru kerjanya, mereka menemukan sumur yang sangat besar, dengan hanya beberapa inci tingginya bibir sumur di atas tanah. Ada garis yang memanjang sepanjang danau yang berbatasan dengan "batas suci".

Konstruksi sumur di gunung Sinai

GUNUNG SINAI TRADISIONAL DI SEMENANJUNG SINAI

Lokasi gunung Sinai yg asli dibanding yg tradisional

Biara St Catherine

BIARA St. CATHERINE
Area ini dicanangkan ibu dari Konstantinus untuk menjadi Gunung Sinai

Lokasi tradisional di semenanjung Sinai tidak "tercipta" sampai hampir 2.000 tahun setelah Keluaran:

"Asal dari Biara Saint Catherine sekarang di barat laut lereng Jebel Musa dapat ditelusuri kembali ke tahun 527, ketika Kaisar Justinian mendirikan di tempat di mana Helena, ibu dari Konstantinus Agung, telah mendirikan sebuah gereja kecil dua abad sebelumnya. "(Kamus The Interpreter dari Alkitab, 1962, hal 376.)

"Tidak ada tradisi Yahudi dari lokasi geografis dari Gunung Sinai. Tampaknya lokasi yang tepat itu sudah tidak jelas pada waktu jaman kerajaan. Para pertapa dan biarawan Kristen, sebagian besar dari Mesir, yang menetap di Selatan Sinai pada abad kedua Masehi, melakukan upaya berulang-ulang untuk mengidentifikasi lokasi Keluaran dengan tempat aktual dimana orang percaya bisa membuat jalan sebagai peziarah. Identifikasi Gunung Sinai baik dengan Jebel Sirbal dekat oasis Firan ..., atau dengan Jebel Musa, dapat ditelusuri kembali sejauh abad keempat Masehi". (The Jewish Encyclopedia, Vol 14,. Hal 1599.)

Pada 1761-1767, Von Haven, anggota ekspedisi Denmark ke situs tradisional menulis, sebagaimana dilaporkan dalam "Arabia Felix: Ekspedisi Denmark 1971-1767, oleh Thorkild Hansen:

"Saya telah mengamati sebelumnya bahwa kita tidak mungkin berada di Gunung Sinai. Biara [St Catherine] terletak di sebuah lembah sempit, yang bahkan tidak cukup besar untuk tentara berjumlah sedang untuk dapat berkemah, perkirakan saja para pria berjumlah 600.000 orang yang bersama Musa, yang mana, bersama dengan istri dan anak-anak, harus berjumlah lebih dari 3.000.000 orang."

Semenanjung Sinai = Wilayah Mesir

Faktanya jelas bahwa Semenanjung Sinai selalu dianggap wilayah Mesir. Ada banyak bukti bahwa orang Mesir menguasai Semenanjung Sinai selama waktu Keluaran karena operasi pertambangan mereka di sana. Bukti arkeologi ini masih ada dan nyata hari ini. Semenanjung hari ini bahkan tidak memiliki populasi untuk bersaksi kecuali mereka yang tinggal di sekitar oasis yg berjumlah sedikit, banyak yang saat ini membuka stasiun bensin bagi wisatawan.

Dalam "Arabia and the Bible" oleh James Montgomery, kita membaca di halaman 31: "... tanah di barat garis dari Wady Mesir ke Teluk Elanitic [Teluk Aqaba] selalu milik politik Mesir, dan benar-benar adalah batas hadir Mesir .... Arab-Selatan yang disebut MSR daerah yang sama, yaitu Misraim, Mesir. "

SELESAI.

Senin, 01 Agustus 2011

GUNUNG SINAI bagian 2

SEORANG PANGERAN KERAJAAN DATANG KE NASHVILLE
Ron berada di rumah tidak terlalu lama ketika dia menerima telepon dari seorang pria yang mengatakan dia adalah teman dari beberapa penangkap Ron. Samran Al-Motairy adalah kerabat dekat raja - ia dianggap "pangeran", dan ia mendengar klaim Ron bahwa Gunung Sinai berada di wilayahnya. Ada beberapa penangkap Ron yang percaya klaim Ron, dan mereka telah meyakinkan Samran, yang tinggal di Tabuk, hanya beberapa jam dari gunung. Samran memberitahu Ron melalui telepon bahwa sejak ia mendengar tentang gunung ini, dia tidak bisa makan, tidur atau berkonsentrasi pada apa pun - ia harus melihatnya sendiri. Samran bahkan datang ke Nashville dan menghabiskan waktu beberapa hari dengan Ron untuk membahas masalah ini dan meyakinkan Ron untuk kembali ke Saudi.

Samran memiliki koneksi - Ron memiliki pengetahuan tentang situs yang paling suci ini. Bersama-sama, mereka bisa "menemukan" situs ini, bahkan mungkin membuat film dan menjadi terkenal. Ini adalah keinginan Samran.

Keinginan Ron adalah untuk mendokumentasikan bukti. Dan usulan Samran sepertinya cara yang ideal untuk mendapatkan bukti. Bagian yang sulit adalah mendapat ijin bagi Ron untuk kembali ke negara itu, tetapi Samran mengatakan ia bisa melakukannya. Dan itu hanya sebelas bulan setelah ia dan anak laki-lakinya dilepaskan dari penjara di Saudi bahwa ia akan kembali ke Jebel el Lawz - secara legal.

31 MARET 1985
Sebuah kontrak telah dibuat antara Samran el-Mutairy, Ron Wyatt dan Dave Fasold, yang bepergian dengan Ron ke Arab Saudi. Alasan harus ada kontrak seperti ini adalah karena dalam rangka untuk setiap orang asing untuk bekerja di Kerajaan, mereka harus memiliki perjanjian bisnis yang sah dengan warga Saudi. Surat itu ditandatangani oleh ketiganya.

Ron Wyatt, David Fasold dan Samran el-Mutairy terbang ke Jeddah, dan kemudian ke Tabuk, Arab Saudi di mana Samran tinggal. Keesokan harinya mereka pergi ke situs Jebel el Lawz, dengan sopir dan buruh mendampingi mereka.

Rafidim dilihat dari puncak Sinai

Dengan Ron memberi mereka petunjuk ke daerah tersebut, mereka membuat beberapa kesalahan arah. Seorang Badui muncul dan mereka bertanya kepadanya di mana Jebel el Lawz itu. Dia menjawab, sebagai Dave Fasold mengingat, dengan "Jebel Musa henna" - yang berarti, "gunung Musa ada di sini"! Hebatnya, tradisi lokal mengenali ini sebagai tempat yang tepat!

Lingkaran pondok di Rafidim

Keesokan paginya Tim Interogasi, yang dipimpin oleh Abu Collet menemui Ron dan David di gunung.

Sesampainya di lokasi, Ron, Dave dan Samran menunjukkan kepada orang itu semua bukti - altar dengan gaya Mesir petroglyphs sapi dan kerbau; altar di dasar gunung; puncak kolom berdiameter 18 kaki didirikan terpisah 5 kaki; kolom marmer, dll

Petroglyph pada altar

Setelah beberapa hari, seorang arkeolog diterbangkan dari Rhiydh University menemui Samran. Bukti itu begitu menarik sekarang ini harus dipastikan. Ron dan Dave bercerita tentang semua bukti yang ada di gunung, dan mereka memutar video Dave dari altar lembu emas dan petroglyphs di TV. Meskipun mereka memiliki sistem PAL, NTSC rekaman video Dave diputar dalam warna hitam dan putih tanpa audio. Saat mereka menunjukkan padanya bukti-bukti arkeologi, dia sangat gembira tentang gambar-gambar gaya Mesir sapi dan lembu jantan di atas mezbah lembu emas dan mengatakan kepada mereka bahwa gaya Petroglyph ini tidak ditemukan di tempat lain di Arab Saudi.

Altar dg petroglyphs gaya mesir
dari dewa lembu dan kerbau

Dia telah bekerja di suatu tempat di sebelah selatan daerah ini dan benar-benar terkejut mengetahui bukti arkeologis semacam ini ada di daerah tersebut. "Ini adalah penemuan besar!, katanya. Beberapa kali ia menjabat tangan Ron dan memberinya selamat atas penemuan ini.

BUKTI-BUKTI DI JEBEL EL LAWZ
Sementara di gunung, Ron menemukan sisa-sisa struktur marmer putih yang telah didirikan di dekat altar di dasar gunung. Ini adalah kolom putih yang Ron lihat pada perjalanan pertamanya pada tahun 1984. Strukturnya telah dihancurkan, namun sisa-sisa dari kolom masih tergeletak di sekitar daerah tersebut. Ron diberitahu oleh orang Badui di daerah itu bahwa batu "suci" telah dibongkar dan digunakan di sebuah masjid di HAGL.

Pemandangan dari "Area Kudus" di kaki gunung Sinai
A = Rumah Penjaga Saudi
B = Altar dengan petroglyphs
C = Sisa-sisa dari 12 Pilar
D = Altar Besar di kaki Gunung Sinai
e = Garis Merah tanda Sumur-sumur
e = Garis biru tanda Pagar Batu

Dataran tinggi dari mana
gambar "Area Kudus" diambil.

ALTAR MUSA
KELUARAN
20:24 Kaubuatlah bagi-Ku mezbah dari tanah dan persembahkanlah di atasnya korban bakaranmu dan korban keselamatanmu, kambing dombamu dan lembu sapimu. Pada setiap tempat yang Kutentukan menjadi tempat peringatan bagi nama-Ku, Aku akan datang kepadamu dan memberkati engkau.
20:25 Tetapi jika engkau membuat bagi-Ku mezbah dari batu, maka jangan engkau mendirikannya dari batu pahat, sebab apabila engkau mengerjakannya dengan beliung, maka engkau melanggar kekudusannya.
20:26 Juga jangan engkau naik tangga ke atas ke mezbah-Ku, supaya auratmu jangan kelihatan di atasnya.

24:4 Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel.

Altar dan Corral
Terletak tepat di bawahnya, atau
"di bawah" puncak tinggi Sinai

Sebagian dari "Altar Besar"

Bersambung ke bagian 3

Minggu, 31 Juli 2011

 GUNUNG SINAI

Terjemahan bebas dari: http://wyattmuseum.com

Ulangan 4:11 Lalu kamu mendekat dan berdiri di kaki gunung itu, sedang gunung itu menyala sampai ke pusar langit dalam gelap gulita, awan dan kegelapan. 4:12 Lalu berfirmanlah TUHAN kepadamu dari tengah-tengah api; suara kata-kata kamu dengar, tetapi suatu rupa tidak kamu lihat, hanya ada suara. 4:13 Dan Ia memberitahukan kepadamu perjanjian, yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Firman dan Ia menuliskannya pada dua loh batu.

Pada tahun 1978 Ron Wyatt menemukan bagian-bagian kereta di Teluk Aqaba di lepas pantai Mesir. Pada saat itu, ia tahu bahwa Gunung Sinai harus di pantai yang berlawanan. Karena catatan dalam Alkitab menceritakan bagaimana orang-orang tiba di Gunung Sinai setelah mereka menyeberangi Laut Merah, dan Teluk Aqaba, yang Ron tahu menjadi situs penyeberangan, memisahkan Semenanjung Sinai (Mesir) dan Arab Saudi, tidak ada keraguan untuk lokasi Gunung Sinai berada di Arab. Tapi di mana di Arab?

Ron mempelajari catatan dalam Alkitab dan melihat pada peta penerbangan daerah bahwa ada pegunungan di daerah barat laut Saudi yang ia rasa memiliki potensi untuk menjadi Gunung Sinai.


Ulangan 1:6 "TUHAN, Allah kita, telah berfirman kepada kita di Horeb, demikian: Telah cukup lama kamu tinggal di gunung ini.

Penjelasan ini menunjukkan kepada Ron bahwa orang-orang "dalam" pegunungan - yang dilindungi dalam perbatasannya. Dan untuk alasan itu, Jebel el Lawz adalah calon yang sempurna. Pada peta, Jebel el Lawz adalah puncak tertinggi di seluruh wilayah Saudi Arabia sebelah barat laut, dan itu di sebuah pegunungan dengan banyak wadi yang luas, atau ngarai, di dalamnya yang akan menyediakan areal cukup untuk sejumlah besar orang, bersama dengan kambing domba dan lembu sapi, untuk berkemah "dalam" daerah dan memiliki perlindungan pegunungan di sekeliling mereka. Itu juga dipisahkan dari wilayah pegunungan yang sejajar dengan Laut Merah, oleh padang pasir, atau daerah dataran - yang bisa jadi adalah padang gurun Sin(ai).

LOKASI GUNUNG SINAI DI MIDIAN


Jika kita melihat Alkitab, lokasi Gunung Sinai adalah tidak sulit untuk dipastikan. Ketika Tuhan pertama kali berbicara kepada Musa mengenai karya besar untuk memimpin orang keluar dari perbudakan Mesir, Dia menyuruh Musa:

Keluaran 3:12 Lalu firman-Nya: "Bukankah Aku akan menyertai engkau 1 ? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.

Untuk mencari tahu di mana Musa ketika percakapan ini berlangsung, kita perlu melihat ke awal bab 3:

Keluaran
3:1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. 3:2 Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.

Musa bahkan diberitahu untuk melepas sepatu, karena ia berdiri di "tanah yang kudus" (ayat 5). Jadi, kita sekarang tahu bahwa Musa berada di Midian, di "seberang padang gurun", yang tampaknya untuk kita menyiratkan daerah seberang bagian utama dari padang pasir atau, sisi lain dari gunung yang berada di perbatasan padang pasir. Kami membuat asumsi ini karena untuk memiliki "seberang padang gurun", harus ada sesuatu yang menandai pemisahan "sisi depan" dan "sisi belakang".

Ketika Ron mempelajari catatan dalam Alkitab, ia mencatat referensi ini - bahwa gunung ke mana Musa memimpin orang-orang berada di Midian, dan bahwa tempat di mana Musa berbicara kepada Allah dalam semak berapi secara khusus dinyatakan berada di belakang "dari gurun". Dengan informasi ini, bersama dengan penemuan situs penyeberangan di Teluk Aqaba, ia mencari sebuah gunung di sisi timur teluk yang sesuai dengan deskripsi ini. Hanya ada satu kandidat dalam pendapatnya, dan ini adalah Jebel el Lawz.


Peta penerbangan menunjukkan gunung ini berada di rentang hampir setengah lingkaran, dengan daerah gurun yang luas di sekitarnya serta lebih dari cukup ruang untuk perkemahan dari mungkin beberapa juta orang bersama dengan ternak mereka dan lembu sapi. Tidak hanya itu, tapi ada oase, tunggal yang besar terletak mungkin 10 sampai 15 mil jauhnya - daerah yang bisa jadi adalah rumah ayah mertuanya, Yitro - dan ini adalah kota Al-Bad.

Dia melihat bahwa ada daerah gurun di sekitar Jebel el Lawz, antara Al-Bad dan puncak tertinggi di pegunungan - dan bahwa ada lembah-lembah di pegunungan yang bisa Musa dan ternaknya lalui, membawanya ke belakang "dari gurun". Ron yakin bahwa gunung inilah yg dicari.

Jika gunung ini memang Gunung Sinai yg asli, Ron merasa harus ada bukti-bukti arkeologi yang akan membuktikannya tanpa keraguan. Jadi ia mengajukan ke kedutaan Saudi untuk mendapat visa untuk mengunjungi daerah tersebut tetapi tidak pernah menerima jawaban dari mereka.

Setelah empat setengah tahun, dia memutuskan untuk mencoba memasuki negara itu tanpa visa. Dia membuat pertanyaan dan diberitahu bahwa jika sampai ditemukan di Saudi tanpa visa, mereka hanya diantar ke perbatasan dan "dikeluarkan" - pada "kasus terburuk", mereka akan ditahan tidak lebih dari 21 hari. Dia menimbang informasi ini dan memutuskan itu pasti sepadan dengan risikonya. Dia tidak tahu apa yang ada didepan untuk dia dan anak-anaknya, Danny dan Ronny.

RON MEMASUKI SAUDI ARABIA
Ron membuat keputusan untuk masuk ke Saudi tanpa izin resmi.

Ron dan anak-anaknya tiba di Yordania - mereka telah mengajukan dan menerima visa Yordania sebelum meninggalkan AS. Mereka melakukan tur di Yordania sedikit dan kemudian memarkir mobil sewaan mereka di dekat perbatasan dan masuk ke Saudi tanpa terdeteksi.

Dengan menumpang dan menyewa taksi, mereka tiba di dekat Jebel el Lawz, di mana Ron melihat pilar-pilar putih tergeletak di tanah, sinar matahari terpantul dari batu putih.

TUGU MARMER DEKAT ALTAR
Keluaran 24:4 Lalu Musa menuliskan segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di kaki gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel.

Ron percaya bahwa ini adalah potongan-potongan "tempat suci" yang pernah ada di dekat altar. Setidaknya ada 10 buah rusak, tiang bulat hampir 23 inci diameternya. Tugu-tugu itu bervariasi tingginya dari 8 inci hingga 26 inci.

Selain itu, ada sejumlah besar batu marmer persegi panjang 8 1/4 inci kali 16 ½ inci, dari 10 hingga 26 inci panjangnya. Potongan-potongan ini ditemukan di sekitar altar, sementara yang lain berserakan pada jarak lebih jauh, dan tidak termasuk dalam hitungan kita.


Dia percaya ini seharusnya adalah situs Gunung Sinai dan ia melihat seluruh puncak gunung menghitam seakan hangus. Dia mencatat beberapa fitur dari situs yang mengidentifikasi daerah tersebut.


Ketika Ron mengamati wilayah sekitar gunung, ia melihat bahwa di sini ada daerah yang sempurna sesuai dengan deskripsi Gunung Sinai (Horeb) - ada ribuan hektar tanah yang dikelilingi oleh pegunungan yang menutupi area. Dia yakin bahwa ini adalah itu! Tapi saat mereka semakin dekat dasar gunung, sebuah truk kecil berhenti dan orang di dalamnya berkata dengan kasar pada Ron dan pengemudinya untuk membawa mereka kembali ke taksi yang menunggu mereka. Mereka kemudian naik kembali ke taksi ini dan menuju ke perbatasan Yordania.

Ketika mereka tiba di perbatasan, hal yang tidak baik terjadi. Ketika mereka berusaha untuk keluar perbatasan, mereka tiba-tiba ditangkap dan dibawa ke penjara di HAGL. Mereka dituduh melakukan kegiatan mata-mata.

Ron dan anak laki-laki secara terpisah ditanya hari demi hari oleh sebuah kelompok yang disebut Tim Interogasi. Mereka masing-masing menceritakan kisah mereka - kepercayaan mereka dan alasan keyakinan bahwa Gunung Sinai adalah Jebel el Lawz. Seorang pejabat Saudi, Abu Collet, mengirim orang ke gunung untuk menemukan apakah bukti itu sebenarnya ada, tapi orang-orang itu kembali dengan laporan yang negatif, yang dikirim kepada Raja.

Namun ada beberapa di antara para interogator yang percaya Ron. Suatu hari tiga orang Saudi mengambil Ron melakukan perjalanan dengan helikopter ke pantai dari Teluk Aqaba di mana Ron mengatakan sejumlah besar orang telah menyeberangi laut. Helikopter mendarat di pantai Nuweiba tepat di seberang, Mesir.

Itu tidak terlalu sulit untuk menemukan daerah yang tepat karena Nuweiba mudah dilihat di seberang teluk selebar 8 mil. Mendarat di sana, di pantai mereka menemukan kolom granit bergaya Phoenician didirikan di pantai, dengan tulisan dalam bahasa Ibrani kuno.


Orang Saudi mengambil beberapa foto kolom ini, dan Ron tiba-tiba memiliki kredibilitas sedikit lebih dengan sipir penjara. Ibrani kuno tidak ditemukan di Arab Saudi dan di sini ada beberapa bukti yang sangat nyata. Bahkan, ada kemungkinan bahwa kolom ini benar-benar telah menyelamatkan Ron dan nyawa anak laki-lakinya. Tak seorang pun di Saudi telah mengetahui tentang kolom ini sebab itu berada di daerah yang sangat terpencil dan tak berpenghuni. Tetapi bahkan kolom ini tidak menjamin pembebasan mereka. Namun, hal itu sesuai dengan kolom yg Ron temukan pada tahun 1978 di pantai seberang di Mesir - hanya yang satu ini memiliki prasasti di atasnya!

Hanya pada saat pembebasan mereka, setelah 75 hari, mereka belajar bahwa seorang pria kepada siapa Ron telah menceritakan rencananya untuk memasuki Saudi secara ilegal, telah menelepon kedutaan Saudi dan mengatakan kepada mereka bahwa Wyatts sebenarnya mata-mata Israel. Orang Saudi memberitahu nama orang ini kepada Ron ketika mereka dibebaskan.

Bersambung ke bagian 2.