Sabtu, 24 November 2012

PENGLIHATAN TENTANG PENGANGKATAN DAN TRIBULASI


Oleh Bernarda Fernandez, diambil dari kesaksiannya: "5 hari di Surga dan Neraka"
 
Saya berada disana, teman, di depan tahta besar, dan saya tidak memiliki gagasan tentang waktu. Sesaat kemudian Yesus menunjukkan kepada saya bagaimana Gereja-Nya (orang percaya sejati) akan diangkat! Aku melihat dalam penglihatan ini, ribuan orang menghilang. Ini terjadi di seluruh dunia, dan TV dan radio memberikan berita hilangnya mereka. Koran dengan headline besar juga mengeluarkan berita. Tuhan berkata: "Berita itu akan segera terjadi". Jika penghakiman dari BapaKu belum datang atas bumi, itu karena orang-orang Kristen yang setia, orang-orang yang benar-benar mencintai-Ku."

Setelah itu, saya melihat munculnya manusia durhaka. Dia mengatakan kepada penduduk bumi: "Aku akan membawa kalian dalam kedamaian dan keamanan" dan segera orang-orang lupa peristiwa yang baru saja terjadi. Yesus berkata: "Lihatlah dengan teliti!". Aku melihat dalam penglihatan itu tujuh malaikat dengan tujuh cawan. Teman, apa yang terjadi sulit untuk digambarkan, aku melihat malaikat sedang menuangkan tujuh cawan murka Allah di bumi. Sangkakala mulai terdengar. Allah mencurahkan penghakimanNya ke atas seluruh penduduk bumi, dan seluruh negara menghilang.

Tuhan berkata: "Lihatlah, semua orang ini adalah bagian dari GerejaKu, beberapa adalah pendeta!". Karena saya tidak sepenuhnya memahami hal ini, saya bertanya kepada Tuhan: "Bagaimana mungkin begitu banyak orang-orang yang telah Engkau tinggalkan dalam kesusahan besar? Bagaimana mungkin ada juga pendeta di antara mereka, orang-orang yang memberitakan firmanMu?" Yesus menjawab: "Ya, mereka telah memberitakan firmanKu, tetapi mereka tidak hidup sesuai dengan firmanKu."

Kemudian Tuhan mengizinkan saya untuk melihat tempat lain dimana terdapat banyak pendeta, dan Dia berkata: "Mereka para pendeta tidak memberitakan firmanKu seperti yang tertulis. Mereka berpikir bahwa kata-kata Ku tidak sesuai dengan peradaban mereka. Mereka memiliki banyak pendukung ajaran mereka, yaitu orang-orang yang telah memberi banyak perpuluhan, mereka lebih tertarik pada harta kekayaan.

Pergi dan beritahukan kepada hamba-hamba Ku bahwa Akulah Dia yang memanggil mereka dan bahwa Emas dan Perak adalah milikKu dan Aku akan berikan kepada mereka sesuai dengan Kebesaran dan KemuliaanKu. Beritahukan mereka. Kotbahkan seperti yang sudah tertulis dalam FirmanKu. Begitu banyak orang-orang yang memberikan tafsiran lain untuk perkataanKu. FirmanKu adalah PerkataanKu. Tidak ada yang dapat mengubahnya. Semua harus diberitakan seperti yang sudah tertulis. Ada banyak di antara umatKu yang mengubah firmanKu untuk keuntungan mereka sendiri ".

Setelah itu, kami masuk lounge dalam Yerusalem baru dan Tuhan berkata: "Apa yang kamu lihat adalah Sorga". Di Firdaus, saya melihat para rasul dan saya bertanya kepada Tuhan, Tuhan mana Abraham? Saya kira akan melihat orang tua, tapi tiba-tiba saya melihat seorang pria muda berusia sekitar 25 tahun datang mendekat, lalu Yesus berkata kepada saya, ini adalah Abraham, bapak Iman.

Tuhan memanggil seorang wanita yang sangat cantik dengan kecantikan yang tak terkatakan, seperti semua yang saya lihat di sana, dan Dia berkata: "Ini adalah Maria. Pergi dan beritahukan kepada setiap orang bahwa Maria BUKANLAH Ratu Sorga. Raja Sorga adalah Aku, Raja segala raja, dan Tuhan segala tuan, Dia yang berkata: "AKU ADALAH JALAN, KEBENARAN DAN HIDUP. (Yohanes 14: 6-7).

Pergi dan katakan ini kepada UMAT MANUSIA YANG TERTUTUP MATANYA bahwa tidak ada purgatory (api pencucian), karena jika ada, maka Aku akan menunjukkannya kepadamu. Sebaliknya yang ada hanyalah Neraka, lautan api, Yerusalem yang mulia, dan Sorga yang Aku telah tunjukkan kepadamu. Katakan kepada mereka bahwa tidak ada yang namanya purgatory (hal yang dipercaya oleh umat katolik), beritahukan mereka bahwa itu adalah KEBOHONGAN DARI SETAN, TIDAK ADA PURGATORY".

Kemudian Tuhan membawa saya ke tempat penyimpanan mahkota. "Ini adalah mahkota kehidupan". Tuhan bertanya: "Apa yang kamu lihat?" Saya melihat Gereja lokal saya, orang-orang percaya dari masyarakat itu, bernyanyi dan berkhotbah, maka saya bertanya kepada Yesus: "Mengapa nama orang-orang beriman dari komunitas saya tidak ditulis dalam buku ini?" Dan Dia berkata: "Karena perbuatan salah mereka di bumi". Setelah semua ini Tuhan mengijinkanku untuk datang kembali ke bumi.

Dikutip dari sini.

Kesaksian Andy F. Noya: "Rencana TUHAN"


"Renungan indah tentang jalan Tuhan yang tak pernah kita duga...dan selalu indah pada waktunya," - Andy F. Noya.


Malam itu saya gelisah. Tidak bisa tidur. Pikiran saya bekerja ekstra keras. Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sampai jam tiga dini hari otak saya tetap tidak mampu memecahkan masalah yang saya hadapi. Tadi sore saya mendapat kabar dari rumah sakit tempat kakak saya berobat. Menurut dokter, jalan terbaik untuk menghambat penyebaran kanker payudara yang menyerang kakak saya adalah dengan memotong kedua payudaranya. Untuk itu, selain dibutuhkan persetujuan saya, juga dibutuhkan sejumlah biaya untuk proses operasi tersebut.

Soal persetujuan, relatif mudah. Sejak awal saya sudah menyiapkan mental saya menghadapi kondisi terburuk itu. Sejak awal dokter sudah menjelaskan tentang risiko kehilangan payudara tersebut. Risiko tersebut sudah saya pahami. Kakak saya juga sudah mempersiapkan diri menghadapi kondisi terburuk itu. Namun yang membuat saya tidak bisa tidur semalaman adalah soal biaya. Jumlahnya sangat besar untuk ukuran saya waktu itu. Gaji saya sebagai redaktur suratkabar tidak akan mampu menutupi biaya sebesar itu. Sebab jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan pendapatan saya. Sementara saya harus menghidupi keluarga dengan tiga anak. Sudah beberapa tahun ini kakak saya hidup tanpa suami. Dia harus berjuang membesarkan kelima anaknya seorang diri. Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya berusaha membantu agar kakak dapat bertahan menghadapi kehidupan yang berat. Selain sejumlah uang, saya juga mendukungnya secara moril. Dalam kehidupan sehari-hari, saya berperan sebagai pengganti ayah dari anak-anak kakak saya.

Dalam situasi seperti itu kakak saya divonis menderita kanker stadium empat. Saya baru menyadari selama ini kakak saya mencoba menyembunyikan penyakit tersebut. Mungkin juga dia berusaha melawan ketakutannya dengan mengabaikan gejala-gejala kanker yang sudah dirasakannya selama ini. Kalau memikirkan hal tersebut, saya sering menyesalinya. Seandainya kakak saya lebih jujur dan berani mengungkapkan kecurigaannya pada tanda-tanda awal kanker payudara, keadaannya mungkin menjadi lain. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Pada saat saya akhirnya memaksa dia memeriksakan diri ke dokter, kanker ganas di payudaranya sudah pada kondisi tidak tertolong lagi. Saya menyesali tindakan kakak saya yang "menyembunyikan" penyakitnya itu dari saya, tetapi belakangan -- setelah kakak saya tiada -- saya bisa memaklumi keputusannya. Saya bisa memahami mengapa kakak saya menghindar dari pemeriksaan dokter. Selain dia sendiri tidak siap menghadapi kenyataan, kakak saya juga tidak ingin menyusahkan saya yang selama ini sudah banyak membantunya. Namun ketika keadaan yang terbutruk terjadi, saya toh harus siap menghadapinya. Salah satu yang harus saya pikirkan adalah mencari uang dalam jumlah yang disebutkan dokter untuk biaya operasi.

Otak saya benar-benar buntu. Sampai jam tiga pagi saya tidak juga menemukan jalan keluar. Dari mana mendapatkan uang sebanyak itu? Kadang, dalam keputus-asaan, terngiang-ngiang ucapan kakak saya pada saat dokter menganjurkan operasi. "Sudahlah, tidak usah dioperasi. Toh tidak ada jaminan saya akan terus hidup," ujarnya. Tetapi, di balik ucapan itu, saya tahu kakak saya lebih merisaukan beban biaya yang harus saya pikul. Dia tahu saya tidak akan mampu menanggung biaya sebesar itu.

Pagi dini hari itu, ketika saya tak kunjung mampu menemukan jalan keluar, saya lalu berlutut dan berdoa. Di tengah kesunyian pagi, saya mendengar begitu jelas doa yang saya panjatkan. "Tuhan, sebagai manusia, akal pikiranku sudah tidak mampu memecahkan masalah ini. Karena itu, pada pagi hari ini, aku berserah dan memohon Kepada-Mu. Kiranya Tuhan, Engkau membuka jalan agar saya bisa menemukan jalan keluar dari persoalan ini." Setelah itu saya terlelap dalam kelelahan fisik dan mental.

Pagi hari, dari sejak bangun, mandi, sarapan, sampai perjalanan menuju kantor otak saya kembali bekerja. Mencari pemecahan soal biaya operasi. Dari mana saya mendapatkan uang? Adakah Tuhan mendengarkan doa saya? Pikiran dan hati saya bercabang. Di satu sisi saya sudah berserah dan yakin
Tuhan akan membuka jalan, namun di lain sisi rupanya iman saya tidak cukup kuat sehingga masih saja gundah.

Di tengah situasi seperti itu, handphone saya berdering. Di ujung telepon terdengar suara sahabat saya yang bekerja di sebuah perusahaan public relations. Dengan suara memohon dia meminta kesediaan saya menjadi pembicara dalam sebuah workshop di sebuah bank pemerintah. Dia mengatakan terpaksa menelepon saya karena "keadaan darurat". Pembicara yang seharusnya tampil besok, mendadak berhalangan. Dia memohon saya dapat menggantikannya. Karena hari Sabtu saya libur, saya menyanggupi permintaan sahabat saya itu. Singkat kata, semua berjalan lancar. Acara worskshop itu sukses. Sahabat saya tak henti-henti mengucapkan terima kasih. Apalagi, katanya, para peserta puas. Bahkan pihak bank meminta agar saya bisa menjadi pembicara lagi untuk acara-acara mereka yang lain. Sebelum meninggalkan tempat workshop, teman saya memberi saya amplop berisi honor sebagai pembicara. Sungguh tak terpikirkan sebelumnya soal honor ini. Saya betul-betul hanya berniat menyelamatkan sahabat saya itu. Tapi sahabat saya memohon agar saya mau menerimanya. Di tengah perjalanan pulang hati saya masih tetap risau. Rasanya tidak enak menerima honor dari sahabat sendiri untuk pertolongan yang menurut saya sudah seharusnya saya lakukan sebagai sahabat. Tapi akhirnya saya berdamai dengan hati saya dan mencoba memahami jalan pikiran sahabat saya itu. Malam hari baru saya berani membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya saya melihat angka rupiah yang tercantum di selembar cek di dalam amplop itu. Jumlahnya sama persis dengan biaya operasi kakak saya! Tidak kurang dan tidak lebih satu sen pun. Sama persis!


Mata saya berkaca-kaca. TUHAN, Engkau memang luar biasa. Engkau Maha Besar. Dengan cara-MU Engkau menyelesaikan persoalanku. Bahkan dengan cara yang tidak terduga sekalipun. Cara yang sungguh ajaib!

Esoknya cek tersebut saya serahkan langsung ke rumah sakit. Setelah operasi, saya ceritakan kejadian tersebut kepada kakak saya. Dia hanya bisa menangis dan memuji kebesaran Tuhan. Tidak cukup sampai di situ. Tuhan rupanya masih ingin menunjukkan kembali kebesaran-Nya. Tanpa sepengetahuan saya, Surya Paloh, pemilik harian Media Indonesia tempat saya bekerja, suatu malam datang menengok kakak saya di rumah sakit. Padahal selama ini saya tidak pernah bercerita soal kakak saya. Saya baru tahu kehadiran Surya Paloh dari cerita kakak saya esok harinya. Dalam kunjungannya ke rumah sakit malam itu, Surya Paloh juga memutuskan semua biaya perawatan kakak saya, berapa pun dan sampai kapan pun, akan dia tanggung. TUHAN Maha Besar!

Tuhan YESUS mengasihi Anda..

Dikutip dari sini.

Senin, 19 November 2012

Pertobatan Mohan Jhass dari India


• Dari india, termasuk keluarga Brahmana

Mohan Jhass terlahir dengan keberuntungan besar dalam sistem kasta India. Keluarganya termasuk dalam kasta Brahmana, dan Mohan adalah anak sulung. Hal ini berarti bahwa ia diizinkan dan sangat diharapkan untuk menjadi seorang pendeta Hindu.

"Jika Anda lahir dalam suatu sistem keagamaan, dalam sebuah kasta, Anda mengerjakan apa yang dilakukan keluarga. Anda tidak dapat memilih profesi atau cara hidup sendiri," kata Mohan. "Meskipun saya berkelimpahan secara finansial, memunyai rumah besar, keluarga besar, kekayaan orang tua, hak untuk menjadi pendeta Hindu, saya memiliki semuanya itu, namun masih ada sesuatu dalam diri saya yang berkata, 'Itu belum cukup.' Ada sesuatu tentang ALLAH yang lebih daripada yang saya ketahui."

• Sejak usia 3 tahun

Sejak berusia tiga tahun, Mohan telah memulai pelatihan kependetaannya. Ia belajar disiplin yang ekstra ketat dan banyak keahlian. Meskipun ia masih anak-anak, sudah banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya. "Salah satu dari pertanyaan tersebut adalah saya sering bertanya kepada guru saya, 'Guru, kapankah saya akan mendapat kedamaian?' dan para guru akan selalu berkata, 'Saat kamu dewasa nanti.'

" Ketika mencapai usia remaja, ia masih juga belum mendapat jawaban." 'Guru, saya masih belum merasakan kedamaian. Kapankah saya akan mendapatkannya?' Saat itu saya berusia sekitar lima belas tahun," kata Mohan. "Guru saya pada waktu itu sudah berusia sembilan puluh tahun. Pada saat itu, ia mengatakan kepada saya bahwa ia pun belum pernah merasakan kedamaian. Mereka sering mengatakan dan menggunakan kata damai, tetapi mereka tidak mengetahui apa artinya."

• Seorang Misionaris Amerika

Meskipun sedang bermasalah, Mohan tetap melanjutkan pelatihannya selama dua tahun. Kemudian seorang misionaris Amerika datang berkunjung ke puranya. Nama misionaris itu adalah Herb. Mohan ditugaskan untuk menjelaskan ajaran Hindu kepada Herb. "Herb ingin mengetahui banyak hal dan saya dengan sangat bangga menceritakan evolusi ajaran Hindu padanya," kata Mohan. "Saya ceritakan dari mana asalnya ajaran ini dan bagaimana saya bisa mempercayainya. Saya ingin selalu bersama Herb untuk melatih kemampuan saya dalam berbahasa Inggris. Saat bersama Herb, saya melihat bahwa ia memiliki sesuatu yang berbeda."

Mohan tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya kepada Herb. "Apa yang sebenarnya kamu miliki?" tanya Mohan. "Ceritakan padaku tentang ALLAHmu." Herb sangat senang untuk menceritakan YESUS KRISTUS kepada Mohan. Tak lama sesudah itu, Mohan mengerjakan sesuatu yang tak pernah terlintas dalam pikirannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Mohan pergi ke gereja.

• Saya ke gereja

"Setiap kali pendeta di gereja memandang diri saya, saya merasa seolah-olah ia berkata 'Mohan, kamu orang berdosa.' Memang ia tidak memanggil nama Mohan, namun ia berkhotbah bahwa semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan ALLAH. Satu-satunya cara untuk mengenal ALLAH hanyalah dengan datang kepada ALLAH dalam kuasa darah YESUS KRISTUS yang telah membayar semua dosa," kata Mohan.

"Saya tidak mengetahui bahwa saya adalah orang berdosa. Saya tidak berpikir bahwa saya berdosa, karena saya tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak mengerjakan hal-hal yang tidak berguna. Saya tidak melakukan itu semua. Hati saya penuh dengan kebanggaan tentang siapakah diri saya. Saya berpikir bahwa saya adalah seorang yang berarti. Saya mengetahui seni-seni perang, melakukan yoga, meditasi, dan saya merasa lebih unggul dalam segala hal. Juga latar belakang keluarga saya yang memberikan status. Menjadi seorang pendeta Hindu adalah hal yang luar biasa, namun tetap saja, saya tidak menemukan kedamaian."

• Menghadapi keluarga

Mohan sangat tertarik dengan kebenaran itu, tetapi ia juga mengkhawatirkan masa depannya. Herb mengetahui hal tersebut ketika mengajak Mohan pulang. Mohan menerima YESUS KRISTUS sebagai TUHAN dan Juru Selamat pribadinya. Sekarang ia harus menghadapi apa yang ditakutkannya. "Lebih baik kamu mati daripada menjadi seseorang yang paling dibenci dalam keluarga," kata Mohan. "Banyak orang yang menjadi pengikut YESUS KRISTUS, dan bahkan saat ini di India, mereka menghadapi kematian. Dan situasi yang sama juga diperhadapkan pada saya. Jika memilih YESUS KRISTUS, saya akan kehilangan hidup yang pernah saya jalani. Saya diberi waktu satu jam untuk memutuskannya.

"Oleh keluarga, saya diminta untuk memilih : menyerahkan hidup kepada YESUS KRISTUS atau menjalani hidup saya yang lama," kata Mohan. "Lalu saya berdoa. Saya berkata, ' TUHAN YESUS KRISTUS pandulah aku.' Kitab pertama yang saya buka adalah Lukas 9 : 23 yang berbunyi, 'Kata-Nya kepada mereka semua: Setiap orang yang mau mengikut AKU, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut AKU.'"

"Saya berkata, ' TUHAN YESUS, saya ingin menyangkal segala sesuatu tentang diri saya, dan saya ingin Engkau menjadi ALLAH dalam hidup saya.' Tindakan selanjutnya yang saya ingat adalah, ada ketukan di pintu. 'Apa keputusanmu?' Dan saya menjawab, 'Saya menjadi pengikut YESUS KRISTUS.' Jawaban yang saya terima dari keluarga saya adalah 'Keluar dari rumah ini !!!'"

• Saya pindah ke Amerika

Mohan dicampakkan keluarganya dan ia tidak memunyai tempat tujuan. Akhirnya, ia tinggal dan bekerja dalam pelayanan misi bersama Herb. Ia ingin pergi ke Amerika. Dalam enam bulan berikutnya, ia tiba di Longview, Texas, dengan berbekal beberapa baju dalam tasnya.

"Saya bekerja selama tujuh puluh jam seminggu dan juga pergi kuliah," kata Mohan. Saya mencuci semua peralatan dapur di Le Tourneau University. Saya membersihkan semua ruangan pada malam hari. Dan saya beruntung bisa tidur selama dua jam tiap malamnya."

Mohan lulus dari dua disiplin ilmu yang diikutinya - Alkitab dan teknik mesin. Kemudian ia menikah dengan Susan dan mereka memulai kehidupan berkeluarga. Mohan sekarang menjadi pendeta di sebuah gereja lokal dan melayani sebagai ahli terapi yang berpengalaman, memberitakan tentang YESUS KRISTUS.

Dikutip dari sini.

Kamis, 01 November 2012

Keluarkan Aku dari kotak tempat engkau menyimpan-Ku


Saya percaya kepada Allah, tetapi selama bertahun-tahun keyakinan saya tentang siapa Allah -- dan apa yang dapat Dia lakukan -- telah berubah. Hal ini terjadi ketika anak saya sakit parah, sehingga saya bisa berkata bahwa Anda dapat percaya kepada Allah, namun tidak mengenal diri-Nya sama sekali.

Kepandaian, ilmu pengetahuan, dan logika. Itulah hal-hal yang mendasari hidup saya ketika masih muda. Saya pernah mengalami demam yang sangat parah ketika masih kecil. Penyakit ini membuat saya tidak bisa berolahraga dan berjalan-jalan. Satu-satunya petualangan nyata yang dapat saya lakukan adalah petualangan di alam pikiran. Saya membaca buku dengan perasaan dendam -- "Great Books of the Western World", beberapa jilid buku "Will dan Ariel Durant", dan (secara harfiah) ribuan buku cerita lainnya. Dari bacaan saya tersebut, saya membangun keyakinan yang paling kuat. Saya percaya kepada logika, kepada kemampuan pikiran untuk menyusun segala sesuatu dengan rapi, dan kepada hal-hal yang masuk ke dalam kategori rasional.

Saya dibesarkan dalam keluarga Kristen yang ketat, maka dari itu saya percaya kepada Allah. Tetapi saya bersikeras
-- kekerasan hati saya itu bahkan menimbulkan banyak perbantahan -- bahwa Allah adalah Pribadi yang juga dibatasi oleh logika dan hukum alam-Nya yang unik. Saya rasa, saya menggambarkan Allah sebagai seorang ilmuwan besar. Mukjizat? Tidak. Allah tidak bisa dan tidak akan melawan hukum alam dengan cara semacam itu. Ketika keluarga saya mengajarkan bahwa kekristenan itu berarti beriman kepada Allah yang penuh kasih dan ajaib, saya menolak dan mencari agama yang lain -- agama yang menghargai rasionalitas lebih dari segalanya.

Ketika dewasa, kepercayaan saya kepada rasionalitas sangat membantu saya dalam bekerja. Saya menjadi "sales" di sebuah perusahaan telekomunikasi ("Bell System"). Ketika saya harus menyusun strategi dan target penjualan, logika saya membuka banyak pintu menuju kesuksesan.

Namun, pintu-pintu yang lain tampaknya tertutup. Saya merasakan kekeringan, kekosongan rohani, dan merasa cemas. Saya mencoba untuk berdiam diri, merenung, dan sebagainya, namun kehampaan semakin besar hingga saya merasa putus asa.

Dalam kekalahan, saya berbalik kepada Allah dalam doa. Roh-Nya menjawab, "Aku tidak hanya menginginkanmu untuk memercayai bahwa Aku ada. Aku menginginkan dirimu, kehendakmu, impian-impianmu, tujuanmu, dan keberadaanmu yang paling dasar. Aku menginginkanmu, imanmu, iman bahwa Aku ini cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu." Keputusasaan mengalahkan logika saya dan saya menyerahkan semuanya kepada-Nya. Akan tetapi, hanya dengan berkata bahwa engkau beriman tidak berarti sama dengan memiliki iman. Dalam benak saya, saya masih menempatkan Allah di dalam sebuah kotak.

Barangkali itulah sebabnya, saya tidak pernah berpikir untuk berdoa ketika anak saya yang paling tua, Frank, yang baru saja masuk ke kelas 1 SD berkata bahwa dia merasa tidak enak badan ketika pulang ke rumah. Apakah Tuhan harus peduli terhadap flu perut (gastroenteritis/ muntaber) yang dialami Frank?

Dokter yang menangani penyakit anak saya pada awalnya tidak terlalu khawatir dengan penyakit Frank. "Ini hanya sakit perut biasa," kata dokter tersebut meyakinkan kami, "ini hanya sakit perut biasa yang disertai sedikit "acidosis" (kelebihan asam dalam cairan tubuh, Red.). Berikan obat ini kepadanya dan dalam beberapa hari dia akan sembuh."

Akan tetapi, Frank tidak kunjung sembuh. Obatnya hanya bereaksi beberapa hari saja. Bahkan, gejala-gejala muntaber itu -- cegukan, sesak napas, dan muntah-muntah -- semakin sering terjadi. Tubuhnya yang kecil, sosok yang baru berumur 6 tahun itu bermandikan keringat dan mengalami kejang-kejang. Lalu, kami memeriksakannya ke rumah sakit lokal untuk tes lebih lanjut, tetapi sore harinya, dokter kami berkata bahwa hasil diagnosis sebelumnya itu benar. "Dia hanya muntaber biasa," katanya.

Keesokan harinya saya pergi bekerja, saya sangat berharap bisa membawa Frank pulang ke rumah malam harinya. Tetapi ketika saya datang ke rumah sakit untuk menjemput mereka, dokter sudah menunggu dan menemui saya.

"Saya perlu bicara dengan Anda berdua," katanya sambil mengajak kami ke salah satu ruangan.

"Apakah ada masalah, Dokter?" tanya saya.

"Tes lanjutan ini menunjukkan bahwa hasil diagnosis sebelumnya tidak tepat. Kami rasa, putra Anda mengidap nephritis (radang ginjal) akut. Ini adalah penyakit terminal pada ginjal ....." Dia berhenti sejenak dan saya dapat merasakan wajah saya memucat. "Tetapi kami tahu bahwa dalam usia anak-anak ada kemungkinan untuk sembuh. Putra Anda memiliki kemungkinan 90 persen untuk sembuh seperti semula."

Meskipun begitu, sebelum pukul 10 pagi pada keesokan harinya, ada berita yang tidak menyenangkan. Pada malam sebelumnya, ginjal Frank tidak berfungsi. Janice dan saya pun segera pergi ke rumah sakit.

"Hasil rontgen menunjukkan bahwa ginjal Frank terinfeksi sangat parah, sehingga tidak ada cairan apa pun yang dapat mengalir melaluinya." Begitulah informasi yang kami terima. "Kecil kemungkinannya dia dapat bertahan. Jika ginjalnya mulai tidak berfungsi dalam 48 jam, saya rasa putra Anda akan meninggal dunia."

Saya melihat ke arah Janice, air matanya mulai menggenang sementara itu tenggorokan saya tercekat. Saya memegang tangannya dan perlahan-lahan kami kembali ke kamar Frank. Kami sangat terkejut dan emosional sampai sulit rasanya untuk berkata-kata. Sepanjang sore itu, kami duduk di samping tempat tidur Frank, menatapnya dan membelai-belai rambutnya yang pirang, serta mengusap dahinya yang lembab oleh keringat. Ruangan itu sangat sunyi dan hanya terdengar bunyi "bip" dari mesin monitor yang memperlihatkan kondisi si kecil Frank. Para dokter kadang-kadang datang untuk memasang beberapa selang dan memberi tanda pada grafik Frank, kemudian mereka keluar. Saya berusaha menatap mereka untuk memperoleh jawaban, mengharapkan secercah asa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Ketika pendeta kami berkunjung untuk mendoakan anak kami, saya hanya bisa menangis tak berdaya.

Menjelang malam, setelah Frank tertidur, kami pulang ke rumah. Teman-teman sudah menunggu dengan membawa makanan panas, kata-kata penguatan, dan doa-doa berantai yang panjang yang sudah mulai mereka panjatkan. Selama beberapa waktu, saya rasa saya melihat sepercik harapan di mata Janice yang saya cari dari para dokter yang tadi siang.

Keesokan harinya, secercah harapan muncul dalam diri Janice. "Semalam, saya menyerahkan hidup Frank kepada Tuhan," katanya kepada saya dengan optimis saat kami masih berada di atas tempat tidur. "Aku sudah merasa tenang dengan apa yang akan terjadi, biarlah kehendak Allah yang jadi."

"Kehendak Allah?" tanya saya dengan geram. "Allah macam apa yang membiarkan seorang anak kecil sakit? Dia tidak peduli!" Saya pun bertanya-tanya. "Tenang? Kehendak Allah? Tidak! Frank membutuhkan lebih dari itu untuk sembuh!"

Akan tetapi, kemarahan saya tidak membuat saya berhenti bertanya kepada Allah. Sepanjang pagi, selagi Janice berjaga di rumah sakit, saya memohon dan mengiba serta berseru kepada Allah, sambil menantang Dia untuk mengusir keraguan saya. Saya berusaha untuk memojokkan-Nya agar bertindak.

"Engkau pikir, Engkau siapa?" teriak saya sesekali. "Mengapa Engkau melakukan hal ini kepada anakku? Dia baru berumur 6 tahun! Setiap orang berkata bahwa Engkau adalah Allah yang mengasihi, mengapa Engkau tidak membuktikannya?" Saya berteriak kepada-Nya sampai saya merasa kelelahan. Akhirnya karena yakin seruan-seruan saya tidak didengar, saya membawa anak-anak kami yang lain ke rumah tetangga, lalu saya menuju ke rumah sakit dengan berpikir bahwa mungkin inilah terakhir kalinya saya akan melihat anak saya hidup.

Saya belum berserah. Setidaknya sebagian dari diri saya belum berserah kepada Tuhan. Namun dalam perjalanan, sewaktu di mobil, Pribadi yang Mahabesar itu, Kuasa yang tak terjangkau itu, Allah yang "tidak adil" ini berbicara kepada saya melalui Roh-Nya. Saya merasakan kehadiran-Nya, meredakan kemarahan saya yang meluap-luap. Saya mendengar suara-Nya -- lembut dan menguatkan. Dia mengingatkan bahwa saya sudah membuat komitmen dengan Dia, bahwa saya sudah berjanji untuk memercayai-Nya dengan sepenuh hati, dengan segenap hidup saya, dan bahwa Dia sudah berjanji akan memelihara saya dalam segala keadaan. "Keluarkan Aku dari kotak tempat engkau menyimpan-Ku," kata-Nya, "dan izinkanku untuk bertindak."

Ketika saya memarkirkan mobil, jantung saya berdebar kencang. Kemudian, saya duduk selama beberapa menit dan hanya mampu mengucapkan dua kata untuk merespons apa yang terjadi: "Ampuni saya."

Setelah saya sampai di kamar Frank, saya tahu apa yang harus saya lakukan seolah-olah ada seseorang yang sudah memberikan instruksi tertulis. Tidak ada yang berubah dengan kondisi Frank, maka saya mengantar Janice pulang untuk beristirahat sebentar. Lalu, saya berjalan mendekat menuju tempat tidur Frank. Sambil meletakkan tangan saya yang bergetar ke bagian tubuh Frank yang menurut saya di situlah letak ginjal Frank, saya pun berdoa. Padahal sebelumnya saya tidak pernah berdoa. "Ya Allah, ampunilah keegoisan saya karena saya telah membuat Engkau seperti yang saya ingini. Apabila Engkau berkenan, sembuhkanlah anak saya. Namun, apabila Engkau tidak berkenan, tidak apa-apa. Saya tetap percaya kepada-Mu. Akan tetapi, saya mohon lakukanlah sekarang juga, saya berdoa dalam nama Kristus. Amin."

Itulah yang terjadi. Tidak ada kilatan cahaya, tidak ada pancaran cahaya, tidak ada sesuatu yang mengguncangkan emosi seperti angin kencang. Yang terdengar hanyalah bunyi mesin monitor. Saya pun duduk di kursi dengan tenang, mengambil majalah, dan menanti jawaban Allah. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Untuk pertama kali dalam hidup saya, saya tahu bahwa saya akan mendapatkan jawaban-Nya.

Beberapa waktu selanjutnya, saya mengalihkan pandangan dari majalah ke arah selang kateter yang dipasang di tubuh Frank yang rapuh itu. Selang itu digunakan untuk mengeluarkan cairan dari ginjalnya, tetapi hampir 2 hari berlalu ginjal Frank benar-benar mengering. Ini berarti ginjal Frank sudah tidak berfungsi. Meskipun begitu, ketika saya melihat dari dekat pada bagian atas selang, saya melihat tetesan cairan bening. Tetesan-tetesan itu semakin sering menetes, seperti air yang mengalir dari keran yang bocor. Lama-kelamaan tetesan-tetesan itu semakin deras mengalir dari selang dan mengalir ke dalam kantong. Ini adalah kejadian yang sangat luar biasa, yang pernah saya lihat -- tangan Allah sedang bekerja. Saya mengamati selang yang terpasang itu dengan tetap berharap untuk melihat tetesan-tetesan selanjutnya, dan selama lebih kurang 2 menit, saya benar-benar melihat tetesan cairan itu. Setelah itu, tetesan-tetesan itu menetes secara teratur setiap menit. Dalam tiap tetesan, saya mendengar Tuhan berbicara kepada saya, "Ini Aku dan Aku peduli."

Ketika perawat melakukan pemeriksaan rutin, dia sampai tidak dapat menahan ketakjubannya. "Apakah Anda melihat ini, apakah Anda melihat ini?" serunya sambil menunjuk ke arah kantong. "Apakah Anda tahu bahwa cairan ini lebih banyak daripada yang seharusnya dia keluarkan selama 48 jam sebelumnya?" Dia memegang kateter itu dan mengangkatnya sambil memberitahukan bahwa dia perlu mengambil setiap tetes dari cairan itu dan segera meninggalkan kamar Frank.

Dalam beberapa menit, dia sudah kembali. Setelah menarik kursi, dia duduk di samping saya dan dengan semangat dia mengajak saya untuk melihat setiap tetesan cairan dalam selang bersama-sama. Kami berdua heran melihat apa yang terjadi. Selama setengah jam kami berdua menggumamkan kalimat-kalimat pendek. "Tidakkah Allah itu baik?" tanya perawat itu kepada saya, dan saya mengangguk. Ketika dia berdiri untuk menelepon si dokter, saya pun menelepon Janice. Lalu, 1,5 jam berikutnya, salah seorang dokter meminta agar kasus Frank diajukan kepadanya. Setelah melihat kantong penyimpan cairan itu, dia memberitahukan kepada kami bahwa ada tanda-tanda yang salah karena cairan itu bening. Semua cairan yang berasal dari ginjal yang terinfeksi, seperti ginjal Frank, biasanya berwarna kuning kecoklatan (seperti karat) dan bercampur dengan nanah. "Tidak," katanya, "cairan ini pasti berasal dari organ yang lain." Tapi saya yakin bahwa Frank pasti sembuh.

Keesokan harinya, lebih dari setengah liter cairan bening sudah terkumpul di dalam penampungan, dan tetap mengalir sampai para dokter melakukan tes ulang dan pemeriksaan rontgen, untuk mengetahui dari mana asal cairan tersebut. Akhirnya, 2 hari kemudian, dokter itu pun memanggil kami ke kantornya.

"Joe, Janice, saya rasa kita mendapatkan hak istimewa untuk menjadi saksi atas perbuatan Allah. Hasil pemeriksaan rontgen yang dilakukan 2 hari yang lalu, bukan hanya menunjukkan bahwa tidak ada infeksi ginjal, namun tes tersebut juga menunjukkan tidak adanya tanda-tanda yang mengindikasikan adanya infeksi. Tekanan darah Frank dan tingkat racun dalam darahnya tiba-tiba turun. Ini benar-benar sebuah mukjizat."

Sejak saat itu saya tidak pernah membantah. Akhirnya, saya percaya kepada Allah -- yang kasih-Nya tidak terbatas, lebih dari logika dan hukum alam.

Iman. Inilah yang saya miliki sekarang ... iman dan pengetahuan bahwa kepercayaan seseorang kepada Allah adalah sesuatu yang sia-sia jika kepercayaannya itu tidak dibangun di atas iman. (t/Setya)

(Diterjemahkan dari:/Judul buku: The Best Stories from Guidepost Inspiring Accounts of God's Miraculous Intervention in People's Lives/Judul bab: I Saw the Hand of God Move/Penulis: Tidak dicantumkan/Penerbit: Tyndale House Publishers, Inc Illinois/Halaman: 159-163/i-kan-kisah)

* * * * *

Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. (Yeremia 17:5-8)