Sabtu, 13 Desember 2014

Tiga kali melihat rumahku di surga


Kesaksian Ibu Oei Kiat Nio (Istri Ev. Yusak Tjipto)

Saya sudah membeli peti mati dan suami saya meminta agar dicat warna jambu. Peti tersebut sudah ada orang Cirebon yang membuat dengan tutup kaca yang indah. Bunga-bunga hiasan sudah ditaruh didalam peti. Semua perlengkapan sudah berdatangn dan lengkap. Foto besar dan nyanyian untuk kebaktian penghiburanpun sudah siap. Bahkan kartu ucapan terima kasihpun sudah tercetak. Semua orang yang harus dihubungi sudah saya catat baik alamat maupun nomor telpon.

Dari cerita yang saudara baca, maka kita akan memiliki gambaran bagaimana seorang ibu Oei Kiat Nio, sangat siap untuk, dibawa pulang ke surga. Dari buku kumpulan kesaksian perjalan ke sorga, maka saya ingin menulis kisah yang ajaib, yang di alami oleh Istri Ev. Drg. Yusak Tjipto Purnomo, yang telah mendampingi suaminya. Sampai sekarang telah menjadi oma.

Mendapat Mimpi
Kisah ini dimulai ketika, waktu saya sedang di uji Tuhan, tepatnya waktu saya mau dipanggil pulang oleh Tuhan ke surga. Pergumulan ini berawal ketika pada tanggal 7 januari 1989, anakku Iin lewat suratnya mengabarkan bahwa dia sudah tiga kali berturut-turut bermimpi bahwa saya akan di panggil pulang oleh Tuhan.

Secara berurutan dalam mimpi itu anakku Iin melihat saya sakit parah, kemudian saya sudah mati dan suami saya mengatakan bahwa saya segera berangkat ke surga. Kemudian anak saya terus menceritakan kepada saya, dia terus berdoa dan berngumul apakah mimpi itu benar-benar pernyataan dari Tuhan atau bukan. Setelah mendapat penyataan-penyataan itu, dia segera memberitahukan kami, agar cepat-cepat memberikan kabar dan bila perlu melalui interlokal agar lebih cepat, sebab dia penasaran sekali.

Namun sebelum itu anakku Iin minta kepada Tuhan, bila memang sudah waktunya saya di panggil pulang Tuhan, maka Iin akan pulang ke Bandung (sebab lin sekolah di DeIf -Belanda) dan ia ingin bertemu dahulu untuk bersenang-senang terlebih dahulu dengan saya. Kami sekeluarga berdoa dan bergumul baik secara bersama-sama, perorangan dan masing-masing meminta tanda sendiri-sendiri pada Tuhan.

Minta petunjuk Tuhan
Saya sendiri berdoa, "Tuhan, kalau ini memang pernyataanmu, tolong tunjukkan rumah saya di sorga." Dan malam itu saya bermimpi melihat sebuah rumah yang kosong belum berpenghuni, tidak begitu besar tetapi memiliki pekarangan luas sekali dengan banyak tanaman bunga-bunga. Namun bunga-bunga itu masih pada kuncup. Juga terdapat pepohonan buah-buahan. Tempat duduk di taman itu terbuat dari batu marmer hitam mengkilap, jalannya juga dari marmer. Saya menyangka itu rumah orang kaya di sorga.

Kebun rumah itu begitu luas, teratur, bahkan bersih dan sangat indah. Misalnya ada sebuah pohon mangga yang di bawahnya dikitari tanaman bunga aneka warna. Demikian tanaman lain berderet rapi menurut jenisnya dan dalam keadaan segar tidak ada daun yang kering. Memang saya mengidam-idamkan memiliki kebun besar seperti itu. Saya waktu mimpi itu tidak menyadari bahwa kelak kebun itu adalah rumah saya.

Ketika saya ingin melihat keadaan rumah itu dari dekat, ternyata ada tetangga yang memakai baju jubah putih melambaikan tangan dan memberikan senyuman ramah sekali. Saya masuk ke rumah itu dari pintu dapur dan perabotannya belum begitu penuh, agak kosong, setelah itu saya terbangun dari mimpi saya.

Karena masing-masing sudah mendapatkan pernyataan sendiri-sendiri maka saya merayakan hari ulang tahun saya sekaligus perpisahan pada tanggal 18 Februari 1989. lin kami undang untuk pulang, saudarasaudara kandung dan saudara-saudara seiman kami undang juga. Pak Yusak berkhotbah sendiri dan is menguraikan segala pernyataan-pernyataan dan pergumulan keluarga kami.

Ia membawakan firman dari Kejadian 22 mengenai kepercayaan Abraham diuji oleh Tuhan. Kami sekeluarga menyanyi sambil diiringi anak-anak sendiri.

Saya mulai sakit
Pada tanggal 20 Maret - 18 April 1989 kami diundang untuk melayani di Sydney, Australia. Pak Yusak melayani di RC Keluarga Bahagia sedang saya melayani kaum ibu dan Daniel Alexander melayani kaum muda. Pada hari terakhir tinggal kesaksian, saya sudah tidak kuat lagi. Pagipagi jam 06.00 saya minta dipulangkan ke rumah adik. Kepala saya terasa pusing sekali seperti banyak jarum yang menusuk. Keadaan udara di daerah RC di pegunungan sangat dingin karena kebetulan sudah musim dingin, maka di rumah dipasang mesin penghangat. Waktu itu pembuluh darah saya sudah mulai pecah.

Pada seluruh badan tiba-tiba muncul bintik-bintik merah seperti demam berdarah. Mata saya buram seperti tertutup selaput. Menurut suami saya, mata saya merah tertutup darah. Suami jadi sibuk menggantikan pakaian saya, sebab peluh telah berubah jadi darah. Baru diganti, setelah seperempat jam sudah basah dengan darah lagi, sehingga harus diganti lagi. Saya jadi teringat akan sejarah Tuhan Yesus di taman Getsemani, "Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nyajuga mengikuti Dia. Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: "Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." Kemudian Ia menjauhkan din i dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kataNya: "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendakMulah yang terjadi.

" Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguhsungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita. Kata-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." (Lukas 22:39-46)

Di Getsemani Tuhan Yesus berdoa, bergumul, membayangkan penderitaan yang akan ditanggung-Nya, via Dolorosa - sampai Yesus mati di kayu salib. Untuk menebus dosa saya dan saudara juga dosa seluruh isi dunia. Betapa beratnya, betapa sakitnya, sampai Yesus sangat ketakutan dan pembuluh-pembuluh rambut-Nya pecah, maka peluh-Nya bercampur dengan darah - yang bertetesan ke tanah.

Memang darah benar-benar keluar. Itu adalah darah betul, seperti sewaktu saya sakit di Sydney, pembuluh rambut darah saya pecah, seluruh tubuh seperti ditusuk jarum. Rasanya pedih, perih dan kemudian mengeluarkan darah. Rasanya sakit sekali, tetapi saya yakin apa yang dirasakan Yesus jauh lebih berat, sebab saya hanya tiduran dan masih dikelilingi orang-orang yang mengasihi saya.

Menurut dokter penyakit ini jarang didapat. Di antara sepuluh ribu orang baru satu yang pernah terserang penyakit seperti itu. Namanya pengeroposan di pembuluh darah. Tidak ada obatnya. Untuk memperpanjang hidup harus dengan transfusi darah terus. Tidak boleh marah, tidak boleh olah raga, jadi harus istirahat total. Mencegah peredaran darah jangan terlampau cepat, kencang jalannya sehingga dapat menembus dinding pembuluh darah.

Pada saat itu suami saya sempat bertanya pada Garuda Indonesia berapa ongkosnya apabila membawa jenasah ke Indonesia. Mereka menjawab AUSD $ 4,000, tapi prosedurnya sangat sulit karena harus ada visum dari dokter, polisi dan Kedutaan Indonesia dan sebagainya.

Orang yang melihat saya sudah tidak tahan, suami, adik, saudara dan saudari seiman, sedangkan Tuhan Yesus harus menanggung sendiri, ditinggalkan oleh ibu, bapak, saudara dan murid-murid-Nya. Selama tiga hari, antara sadar dan tidak sadar saya sepertinya berbicara sebentar kepada suami saya yang dengan penuh kasih menunggui dan mendoakan terus. Saya mendengarkan puji-pujian, kemudian saya merasakan seperti sedang diajak jalan-jalan ke dunia maut.

Diperlihatkan Neraka
Saya merasa kasihan sekali dengan mereka yang berada di alam maut (Hades) itu. Saya melihat laut, airnya deras sekali, di dalamnya banyak manusia, tua dan muda, perempuan dan laki-laki meminta tolong. Saya ingin agar saya dapat meraih mereka, ingin saya tolong. Tetapi di pinggirnya ada seorang wanita cantik, bergaun panjang, merentangkan tangannya, untuk menghalang-halangi saya, matanya begitu tajam dan begitu marahnya melihat saya.

Kemudian saya melihat kuil-kuil seperti di Bali. Para, imamnya memakai jubah putih. Saya berniat menolong manusia-manusia yang diikat dan akan dipersembahkan tetapi saya tidak bisa. Kemudian saya melihat sebuah pohon besar yang tua di tengah jalan, saya tengking dalam nama Yesus agar minggir dari hadapan saya. Pohon itu terbelah menjadi dua dan dari dalamnya keluar seorang tua, bungkuk, jenggotnya sampai di tanah. Masih banyak lagi yang saya lihat namun saya tidak bisa menceritakan satu persatu. Karena saya merasa itu mengerikan, menakutkan, dan kasihan.

Setelah saya lelah, saya berkata kepada Tuhan "Tuhan saya lelah melihat yang seperti itu, saya sekarang ingin melihat yang indah."

Diperlihatkan Surga
Tak lama kemudian pemandangan menjadi berubah. Terlihat taman yang memiliki hamparan rumput hijau dan di tengah-tengahnya ada sebuah bangku putih yang terbalut bulu putih lembut sekali. Bulunya melambailambai, seolah-olah mengundang saya untuk duduk di atasnya. Saya duduk di atasnya dan sangat menyenangkan duduk di situ. Ketika itu saya melihat anak-anak memakai baju putih sedang menari-nari seolah-olah terbang. Saya meniru gerakan anak itu. Ternyata tambah lama tubuh saya terasa semakin ringan dan saya dapat terbang turun naik. Saya merasakan kedamaian dan ketenangan di dalam hati saya. Suasananya seperti siang tetapi tidak panas.

Saya baru bertanya di dalam hati, di mana ruang untuk memuji Tuhan. Tiba-tiba saya sudah berpindah dari tempat itu. Saya masuk ke ruang yang luas sekali di depan sana yang jauh jaraknya. Saya melihat Tuhan duduk di tahta-Nya dengan penuh kemuliaan bercahaya sekali sehingga saya tidak dapat melihat wajah-Nya. Di kanan berdiri enam orang, di kiri juga enam orang memakai jubah putih panjang. Mereka adalah para Rasul. Kemudian orang yang menyembah Dia berlutut kemudian tegak berdiri dan menyembah lagi sambil berkata: "suci...suci...suci..." kemudian di belakangnya lagi, ada satu kelompok lagi yang berdiri menyanyi dan memakai jubah putih. Mereka menyuarakan sopran I. Kemudian ada satu batas lagi yaitu satu rombongan lagi dan saya masuk dibaris ke 2 no. 4 dari sisi kanan, yaitu barisan sopran II.

Apabila kita masuk ke ruangan itu, maka kita secara otomatis sudah langsung tahu di mana tempatnya. Barisan itu berlapis-lapis sampai ke belakang. Bajunya semua sama, jubah putih panjang, memakai tali di pinggang, leper yang berbentuk bulat, tetapi putihnya tidak sama. Baris yang dekat dengan Tuhan Yesus, lebih putih dan bercahaya atau bersinar, lebih ke belakang lebih suram, bahkan ada yang broken white.

Ada juga yang belum boleh masuk, mereka sedang di luar halaman dan sedang diajari cara memuji (cara menyembah Tuhan).

Sembuh dari sakit dan kembali ke indonesia
Saya sadar kembali dan masih dikelilingi suami, adik-adik dan saudara-saudara seiman. Kami berdoa meminta agar pelayanan selama di Australia dapat diselesaikan dengan baik. Karena suami saya mendahulukan Tuhan lebih dari saya, justru Tuhan menyembuhkan saya. Berangsur-angsur saya sembuh total sampai sekarang dan dapat kembali ke Indonesia.

Kemudian kami kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia kami memperoleh pernyataan-pernyataan lagi. Saya bermimpi ada sebuah pesta pernikahan, saya yang menjadi pengantinnya. Saya harus siap jam 08.00 pagi. Saya berkata persiapan saya kurang dan tak mungkin selesai, mengapa harus pagi-pagi benar. Saya minta diundur setengah jam. Saya diperbolehkan, tetapi tidak boleh melewati jam 09.00 karena waktunya sudah menjadi giliran orang lain.

Diberi tahu Tuhan bahwa saya mau dijemput Tuhan pulang ke surga
Kami sekeluarga bergumul dan berdoa, demikian juga saudara-saudara seiman baik yang dari Bandung maupun dari luar Bandung. Pernyataan-pernyataan pun berdatangan kembali, ada yang melihat saya dengan gaun pengantin yang indah berwarna putih berkilauan kebirubiruan. Ada yang melihat saya dijemput kereta, keretanya penuh dengan bunga, dan sebagainya.

Karena yakin bahwa pernyataan-pernyataan itu dari Tuhan, maka saya sudah bersiap-siap membeli tanah kuburan di Cipageran; Cimahi. Tanah itu pun sudah disemen. Saya juga membeli peti mati dan suami saya meminta agar dicat warna merah jambu. Ternyata sudah ada orang Cirebon yang membuatkan dengan tutup kaca yang indah. Bunga-bunga hiasan pun sudah ditaruh di dalam peti. Semua perlengkapan sudah berdatangan dan lengkap. Foto besar dan nyanyian untuk kebaktian penghiburan pun sudah siap. Bahkan kartu ucapan terima kasih pun sudah tercetak. Semua orang yang harus dihubungi sudah saya catat dalam satu buku baik alamat maupun nomer telepon.

Kami adalah keluarga yang bahagia, saling mengasihi. Saya kasihan melihat suami dan anak-anak yang akan saya tinggalkan dan harus sibuk mempersiapkan segalanya, makanya segala keperluan pemakaman telah saya siapkan dengan lengkap.

Seperti Abraham yang mempersiapkan kayu dan api untuk korban bakaran, demikian pula keluarga saya yang menyiapkan untuk kematian saya. Sebab iman yang terbesar adalah mengutamakan kehendak Bapa, bukan kehendak kita sendiri.

Karena mimpinya jam 08.00 - 09.00 pagi, oleh kami tafsirkan bulan Agustus tepat. Selama bulan Agustus dan September tahun 1989 rumah kami ramai, setiap hari banyak yang berdatangan baik dari Bandung maupun dari luar kota. Sebagian dari mereka hanya ingin mengetahui kelanjutannya tetapi ada juga yang ikut tegang dan berdoa mencari kehendak Tuhan. Saya sendiri mengetahui bahwa apa yang Tuhan perbuat adalah yang terbaik untuk saya dan keluarga. Saya tidak mengetahui apakah waktunya hari ini, besok atau sesaat lagi.

Yang terpenting, saya sudah meminta ampun atas segala dosa, menyucikan diri, hidup menyukakan hati Tuhan, menyerah total dan bersiap dipanggil pulang oleh Tuhan. Pada akhirnya saya bermimpi lagi. Sepertinya saya sudah siap pergi ke luar negeri dan pintunya sempit. Orang-orang melewati pintu satu persatu. Di atas sebuah meja ada map-map yang berisi surat-surat. Ada yang tebal dan ada yang tipis. Tiap orang harus melalui pintu itu berurutan dan mengambil map masing-masing. Di atas map itu ditulis nama masing-masing. Saya masuk dan mengambil map saya, ternyata mapnya tidak ada dan sudah dirobek, jatuh di bawah meja. Surat-suratnya juga hilang. Saya kaget dan bingung siapa yang mengambil surat-surat saya. Saya tidak jadi berangkat. Dengan jelas saya mendengar suara yang berkata: "Kau lulus, tidak jadi berangkat, ditunda."

Saya keluar lagi dari ruang tersebut dan kemudian saya terbangun. Saat itu juga Tuhan sudah bicara dengan suami saya dan menyatakan bahwa kami lulus dan saya ditambah umur, sampai sekarang saya masih hidup.

Dibawa beberapa kali ke surga untuk melihat rumahku
Tuhan memberkati saya dengan menunjukkan rumah saya di sorga sebanyak tiga kali. Yang pertama kali tahun 1989, waktu itu saya melihat-lihat kebun yang luas dan indah juga rumah mungil yang indah. Saya baru masuk dari pintu dapur lalu bangun. Yang kedua kalinya. tahun 1994, lima tahun kemudian saya masuk di dalam rumah, ada meja kursi tamu (sofa). Juga ada lampu kristal yang indah sekali sebagai dekorasi di ruang tamu. Dan penglihatan yang terakhir pada tahun 1999, lima tahun kemudian lagi, saya dibawa masuk ke ruang makan. Ada meja bulat susun yang atasnya dapat diputar. Rangka meja dan kursinya dari emas putih dan mejanya dari kaca. Di atas meja panjang (yang ada di belakang meja makan) di tepi tembok dinding terdapat tempat untuk toples-toples kue-kue dari kristal terukir bunga mawar dan pegangan penutupriya juga terbuat dari emas putih. Betapa indahnya semua itu.

Yang belum saya masuki atau saya lihat adalah ruang (kamar) tidur. Saya sedang menantikan Tuhan menunjukkan itu pada saya.

Saudaraku jangan segan-segan berbuat baik atau mengerjakan pekerjaan Tuhan yang ditugaskan kepadamu, sebab Tuhan memperhitungkan apa yang kita buat, sebab tiap kali engkau menyelesaikan tugasmu, kamu dapat upah. Untuk memperindah rumah dan dekorasi rumahmu di sorga. Dalam segala hal jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia.

Sumber: http://kesaksian-life.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar