Saya (Rebecca) jatuh ke dalam perangkap penghormatan akan
dewa-dewa beberapa tahun yang lalu saat sedang mengunjungi Hawaii untuk
suatu pelayanan. Bagi Anda yang pernah mengunjungi Hawaii pasti tahu,
kalau kebiasaan di tempat itu adalah mengalungkan sebuah lei di setiap
leher orang yang datang ke pulau tersebut. Saat Anda mengunjungi pulau
yang indah tersebut, Anda akan melihat banyak orang memakai lei di leher
mereka atau dedaunan dari pohon ti. Saat saya tiba di gereja di hari
pertama, dua orang gadis kecil (anak dari pendeta di gereja itu) dengan
bangga membawa lei buatan mereka sendiri, mereka mengalungkan lei
tersebut ke leher saya sebagai suatu penyambutan ke pulau dan gereja
itu. Saya dengan senang menerima pemberian mereka itu, karena saya
sendiri juga menyukai bunga dan saya pikir pemberian lei itu merupakan
suatu adat istiadat yang sangat menyenangkan.
Tetapi, malam itu menjadi salah satu malam yang terburuk yang pernah saya alami! Saya menjadi bingung, pikiran saya kosong, dan saya tidak bisa mengucapkan dua patah kata yang masuk akal. Akhirnya, saya harus berhenti berbicara. Saya sadar kalau saya telah diserang oleh kekuatan jahat, tetapi saya tidak bisa mengerti kenapa saya tidak bisa mengenyahkan kekuatan jahat yang menyerang saya dengan efektif.
Beberapa saat kemudian di malam itu saat saya sedang tersungkur di lantai kamar saya, menangis dan mencari Tuhan untuk bertanya kepada-Nya, Roh Kudus berbicara kepada saya dan memerintahkan saya untuk menghabiskan waktu esok hari di perpustakaan umum Honolulu untuk mencari tahu tentang adat istiadat di pulau tersebut, dewa-dewa mereka, dan yang paling penting adalah tentang lei.
Kemudian saat saya mempelajari sejarah pulau setempat, saya menjadi merinding saat menemukan kenyataan bahwa adat mengenakan lei itu berasal dari pemujaan dewa-dewa pulau tersebut. Penduduk asli pulau tersebut membuat lei dan mengalungkan di leher patung dewa-dewa untuk menyanjung mereka, dan berharap para dewa tersebut tidak menginginkan pengorbanan manusia. Mereka juga mengenakan lei tersebut sebagai simbol penghormatan dan penghargaan terhadap dewa-dewa mereka untuk menjaga hubungan baik dengan mereka - dengan kata lain untuk memastikan adanya keberuntungan. Lei dikalungkan di leher para pengunjung juga dengan tujuan yang sama. Dalam kenyataannya, dewa-dewa di pulau Hawaii sangatlah kuat sehingga bahkan di zaman moderen sekarang ini pun, tidak ada bangunan baru yang dibangun tanpa membawa seorang shaman terlebih dahulu ke tempat yang akan dibangun untuk mencari persetujuan dari dewa-dewa dan memberkati proyek tersebut.
Sebagian dari adat di pulau itu menggunakan tumbuhan ti yang dipercaya sebagai tumbuhan kesukaan para dewa-dewa. Hampir di setiap rumah dan bangunan di Hawaii memiliki satu tumbuhan ti yang tumbuh di sebelah pintu utama rumah mereka. Itu semua untuk memastikan kebaikan para dewa kepada semua penghui rumah tersebut. Banyak orang di pulau tersebut, termasuk orang-orang Kristen, menggunakan lei yang terbuat dari daun ti secara terus menerus. Hal itu dimaksudkan untuk keselamatan dan untuk memastikan kesenangan para dewa. Daun ti ini sering digosokkan pada bagian tubuh para bayi tidak lama setelah mereka lahir untuk menjamin kehidupan mereka di pulau tersebut.
Secara tidak sadar telah memberikan penghormatan kepada para dewa di kepulauan Hawaii tersebut saat saya menerima lei itu di leher saya! Hal itu membuat saya ada di bawah kutuk dan memberikan roh jahat suatu kuasa untuk menyerang saya. Jadi tidak heran jika saya tidak bisa memukul mundur serangan mereka! Dan setelah saya bertobat dan mematahkan kutuk yang dibawa dosa itu ke dalam hidup saya, baru saya bisa mengajar dan melakukan pelayanan tanpa ada gangguan dari roh-roh jahat.
Saat saya mulai mengajarkan prinsip-prinsip yang saya pelajari dari sejarah pulau itu, beberapa orang Kristen menjadi sangat marah dan menuduh saya hendak mengenyahkan warisan budaya mereka. Kita harus menyadari, saudara sekalian, kalau kebanyakan dari warisan budaya di dunia ini melibatkan penyembahan berhala. Di saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka kita harus menyerahkan segala bentuk warisan seperti itu untuk menjadi warga negara suatu Kerajaan yang berbeda dan menjadi pewaris bersama Kristus. Mengapa kita begitu sulit untuk melepaskan warisan dunia kita? Karena adanya kutuk dan ikatan-ikatan jahat yang dibawa oleh warisan budaya tersebut ke dalam hidup kita.
(Kutuk Yang Belum Dipatahkan -- Rebecca Brown MD./Daniel Yoder)
Sumber: Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar